Sukses

Indonesia Resmi Tak Berangkatkan Haji 2021, Begini Kata Asosiasi Travel

Pemerintah resmi tidak memberangkatkan jamaah haji pada 2021 ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi tidak memberangkatkan jamaah haji 2021 ini. Keputusan itu diambil setelah Pemerintah Arab Saudi hingga saat ini belum juga memberi kepastian apakah jamaah haji Indonesia bisa diberangkatkan.

Kebijakan ini dikeluarkan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660/2021 tentang pembatalan keberangkatan jamaah haji 1442 H atau 2021.

Ketua Umum Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) Syam Resfiadi mengatakan, keputusan itu juga telah disepakati oleh sejumlah jamaah haji lantaran tidak mendapat kepastian dari Pemerintah Arab Saudi.

"Jamaah terpengaruh dan inginnya mundur tahun depan, semoga lebih aman dan nyaman," ujar Syam kepada Liputan6.com, Jumat (4/6/2021).

Begitu pula untuk ibadah umrah, dia melanjutkan, masyarakat juga ingin ada kepastian lebih lanjut bahwa perjalanan mereka ke Tanah Suci dapat dipastikan aman.

"Umrah menunggu musim haji selesai, Insya Allah akan ada dan lebih mudah, aamiin," sebutnya.

Menurut perhitungan Syam, keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan haji sudah tepat. Sebab waktu, situasi dan kondisi saat ini sedang tidak memungkinkan demi perjalanan haji.

"Jika iya akan jadi biaya tinggi dan jamaah enggak mau juga. Jadi serba salah jika tetap dilaksanakan jika ada kuota untuk Indonesia," tutur Syam.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Haji 2021 Resmi Dibatalkan, Menag: Keputusan Ini Pahit tapi yang Terbaik

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pemerintah telah menetapkan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji ke Tanah Suci pada tahun 2021. Keputusan ini dianggapnya sebagai jalan terbaik untuk calon jemaah haji.

“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” kata Menag dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3/6/2021).

Yaqut mengungkapkan, hingga hari ini, pemerintah Arab Saudi belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M. Bahkan itu juga berlaku di semua negara.

"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan," tegas dia.

Yaqut menambahkan, kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi.

Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.

"Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan," tuturnya.

"Padahal, dengan kuota 5% dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," lanjutnya.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi. Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.

Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak. Ada juga pembatasan untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

"Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah haji tidak bisa menjalani ibadah Arbain," terangnya.

3 dari 3 halaman

Berlaku Semua WNI

Menag menambahkan, pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya. Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.

“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoax," ungkapnya.

Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.