Liputan6.com, Jakarta - Sofyan Djalil dikenal sebagai sosok yang kenyang asam garam kursi pemerintahan. Sebelum menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada 2016, dia telah mencicipi sejumlah posisi menteri sejak 2004.
Oleh karenanya, dirinya kerap dijuluki sebagai menteri teh botol lantaran terus dipercaya jadi menteri sejak beberapa periode selama masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga
"Saya kemudian menjadi menteri teh botol kata orang. Apapun makanannya, teh botol minumannya, saya Sofyan Djalil menterinya," kata Sofyan Djalil dalam siaran podcast bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jumat (4/6/2021).
Advertisement
Namun begitu, ia menekankan, kunci terpenting jadi seorang menteri adalah menciptakan nilai tambah di mana pun berada. Sofyan lantas menceritakan pengalamannya saat melakukan reformasi kala menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), tugas menteri pertamanya.
"Saya Menkominfo melakukan penataan frekuensi secara transparan dan tender terbuka, terutama tahun 2005 ketika saya waktu itu jadi Menkominfo. Dan itu selang menjadi aturan dalam pengaturan frekuensi di Indonesia menjadi sangat transparan," tuturnya.
Saat bergeser jadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2007, Sofyan coba mencari orang-orang terbaik untuk memimpin perusahaan pelat merah. Dia lalu menceritakan kisah pengadaan kereta rel listrik (KRL) yang diperluas bersama Ignasius Jonan, yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero).
"Saya temukan Pak Jonan, suruh bereskan kereta api. Alhamdulillah kereta api jadi lebih baik karena pak Jonan yang jadi komandannya. Siapapun naik kereta api itu berutang budi ke pak Jonan karena saya menemukan orang yang punya sikap, dan kemudian memimpin salah satu BUMN yang sangat orang pikir susah di kereta api itu. Ternyata bisa," ungkap Sofyan Djalil.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Korban Kriminalisasi
Selain Jonan, Sofyan juga bersyukur bisa menemukan RJ Lino untuk membenahi PT Pelindo II. Di bawah kepemimpinan Lino, Pelindo II disebutnya bisa mendongkrak aset perusahaan dari sebelumnya Rp 6 triliun menjadi hampir Rp 50 triliun.
"Sayangnya kawan itu kemudian jadi korban kriminalisasi, 6 tahun ditetapkan sebagai tersangka enggak di apa-apain, baru kemudian karena enggak enak kemudian ditersangkakan dan dibawa ke pengadilan," kata Sofyan Djalil.
Lewat cerita tersebut, Sofyan menyampaikan, faktor terpenting untuk melakukan reformasi di tubuh pemerintah adalah mencari orang-orang terhebat untuk mengurusinya.
"Peran menteri sebenarnya mudah, yang pertama adalah dengar, tanyakan apa masalah, kemudian kita menginterogasi kemudian melakukan reformasi. Jadi tugas saya adalah menjadi conducted," pungkas Sofyan Djalil.
Advertisement