Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Toto Pranoto memberikan beberapa solusi yang bisa dilakukan manajemen dan pemerintah untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari kebangkrutan.
Pertama, pemerintah bisa segera mencairkan pinjaman modal yang direncanakan sebesar Rp8,5 triliun namun baru cair Rp1 triliun.
Baca Juga
"Pinjaman modal Rp8,5 triliun coba segera bisa di-disperse, karena sudah ada komitmen tapi disperse nya lambat atau macet, jadi Garuda gimana, janjinya Rp8,5 triliun, tapi baru cair Rp1 triliun," kata Toto dalam diskusi online, Jakarta, Selasa (8/6).
Advertisement
Toto melanjutkan, pemilik Garuda Indonesia sejauh ini bukan hanya pemerintah tetapi ada pemilik saham lain sebesar 30 persen. Pemilik saham lainnya bisa diajak berdiskusi mengenai upaya penyelamatan maskapai pelat merah tersebut.
"Pemilik Garuda Indonesia bukan cuma pemerintah. Ada juga pemilik saham yang lain, hampir 30 persen. Jadi bicaralah dengan investor pemilik sahamnya. Ini bisa tambah equitas atau tidak," katanya.
Dia menambahkan, dalam jangka panjang usai pandemi Virus Corona, Garuda Indonesia bisa mengalihkan beberapa rute penerbangan domestik ke Citilink Indonesia. Sementara, Garuda Indonesia bisa menggarap pasar internasional.
"Selama pandemi domestik akan terbang domestik juga, tidak mungkin ke luar karena masih Covid-19. Nanti kalau sudah selesia Covid-19 Garuda bisa menggarap asar internasional, yang domestik bisa digarap citilink. Kalau langkah-langkah itu bisa dilakukan Garuda masih punya cukup waktu," jelasnya.
Membentuk Maskapai Pengganti Garuda Indonesia Tak Ideal
Sementara itu, Menurut Toto, membentuk maskapai baru tak ideal dilakukan menyelesaikan masalah Garuda Indonesia. Sebab di tengah pandemi, keuangan negara cukup sulit padahal untuk membentuk maskapai baru dibutuhkan dana besar.
"Sekarang agak berat bukan hanya manajeman tapi ada Covid. Airlines baru bukan ideal, kalau di likuidasi dan diserahkan ke swasta Garuda flag carrier bukan hanya airlines tapi service airlines. Kalau diserahkan ke swasta sulit dilaksanakan," tandasnya.
Â
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terlilit Utang Rp 70 Triliun, Garuda Indonesia Masih Bisa Selamat?
Maskapai nasional Garuda Indonesia tengah berada dalam kondisi kritis. Perseroan diketahui memiliki utang mencapai Rp 70 triliun atau sekitar USD 4,5 miliar dollar AS.
Restrukturisasi menjadi pilihan untuk menyelamatkan BUMN ini. Dalam kondisi sulit, seluruh karyawan Garuda Indonesia dinilai harus memiliki pola pikir mandiri yang kompetitif.
Menurut pengamat penerbangan California State University Fresno Hendra Soemanto, pola pikir atau mindset dari para people management internal Garuda Indonesia harus ikut bertransformasi, bukan hanya perusahaan secara keseluruhan.
"Selama ini, telah terpola dalam mindset mayoritas karyawan BUMN bahkan level top management bahwa pemerintah, sebagai pemegang saham terbesar perusahaan akan menyelamatkan perusahaan dengan kebijakan dan hal ini sedikit banyak memengaruhi budaya dan iklim kerja. Pola pikir tersebut menghasilkan SDM yang manja dan cenderung berada di comfort zone dalam waktu lama," ujar Hendra dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Senin (7/6/2021).
Lanjut Hendra, sudah saatnya Garuda Indonesia memikirkan sistem atau model manajemen yang strategis dan lebih ideal dengan pemimpin yang mampu memotivasi semua karyawan untuk berkompetisi dan berpikir inovatif.
Harapan ke depannya, Garuda Indonesia dapat memperbaiki kinerja dan semua proses kegiatan perusahaan, yang di dalamnya terdapat insan dengan integritas tinggi, produktif dan komersial untuk menghasilkan kinerja yang sempurna, yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan industri.
Hendra juga berpendapat, insan Garuda Indonesia harus membangun sense of crisis, karena siapapun pemimpin kedepannya nanti, sehebat apapun langkah-langkah strategis untuk pemulihan disusun, tidak akan sukses dengan tidak adanya dukungan dari internal.
"Seluruh karyawan Garuda Indonesia harus mendukung semua program recovery dengan membangun semangat sebagai tim yang solid dan mengedepankan kepentingan perusahaan," kata Hendra.Â
Advertisement
Pangkas Komisaris
Sementara, Langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk memangkas jumlah komisaris dinilai sangat tepat. Langkah ini, menurutnya, seharusnya tidak berhenti pada level komisaris saja.
Restrukturisasi organisasi harus diimplementasikan top down, beberapa direktorat dalam organisasi Garuda Indonesia dapat di-merger, begitupun halnya dengan karyawan pada middle level. Hal ini jika dilakukan akan berdampak kepada penghematan biaya tunjangan bagi posisi atau jabatan yang tidak optimal.
"Penawaran pensiun dini harus dijadikan langkah terakhir dalam usaha restrukturisasi SDM karena jika hal ini dilakukan tentunya akan menambah beban pengeluaran bagi Garuda Indonesia dengan jumlah nominal pesangon yang harus dibayarkan dan ada kemungkinan salah sasaran," katanya.
Harapannya, lanjutnya, karyawan yang mengajukan adalah yang mendekati usia pensiun, karena jika yang mengajukan adalah karyawan dengan usia produktif dengan pertimbangan dan rencana yang kurang matang, tentu akan ada peningkatan pengangguran.
Adapun, wacana penerbangan domestik tanpa rute internasional dinilai dapat dilakukan selama masa pandemi.
"Tetapi untuk selanjutnya, secara berkesinambungan, selain Garuda Indonesia harus melakukan proses transformasi menjadi perusahaan yang lebih akuntabel, professional, dan transparan, juga menjalankan bisnis penerbangan sesuai dengan visi dan misi perusahaan untuk memperkenalkan dan mengantarkan Indonesian Culture ke seluruh dunia," katanya.Â