Sukses

Bappenas Usul Anggaran 2022 Sebesar Rp 1,37 Triliun

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengusulkan, pagu indikatif Kementerian PPN/Bappenas sebesar Rp1.37 triliun di 2022

Liputan6.com, Jakarta Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengusulkan, pagu indikatif Kementerian PPN/Bappenas sebesar Rp1.37 triliun di 2022. Angka ini turun tipis dari pagu anggaran yang diberikan pada tahun ini mencapai sebesar Rp1.39 triliun.

"Pagu indikatif 2022 senilai Rp1,37 triliun," ujar Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Rabu (9/6/2021).

Dia merincikan dari anggaran sebesar Rp1,37 triliun tersebut sebanyak 54,3 persen diberikan untuk program perencanaan pembangunan nasioanal. Sementara sisanya 45,7 persen diarahkan dalam program dukungan manajemen atau senilai Rp629,29 miliar.

Jika dilihat berdasarkan jenis belanja sebanyak 28,6 persen diberikan untuk belanja pegawai sebesar Rp329,95 miliar. Anggaran tersebut diberikan untuk gaji pegawai dan tunjangan kinerjanya.

Selanjutnya untuk belanja barang mencapai 67,6 persen atau sebesar Rp930,16 miliar. Komponen belanja barang difokuskan untuk melaksanakan kegiatan prioritas antara lain, penyusunan RKP 2023, koordinasi pelaksanaan rencana pemindahan ibukota negara, kajian model dalam rangka penyusunan rekomendasi, serta satu data Indonesia.

Kemudian belanja modal hanya 3,8 persen atau setara dengan Rp52,78 miliar. "Memang kementerian seperti Bappenas banyaknya di belanja barang karena kegiatan yang perlu dibiayai," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bappenas: Sistem Informasi Pasar Kerja Indonesia Masih Rendah

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Pungky Sumadi mengatakan bahwa sistem informasi pasar kerja di Indonesia belum berfungsi baik. Padahal sistem informasi pasar kerja berperan sebagai salah satu penentu berfungsinya pasar kerja.

“Selama ini pasar kerja kita belum berfungsi baik yang ditunjukkan dengan tingginya ketidakcocokan yang terjadi antara mereka yang memiliki keahlian, karena lulusan dari sekolahnya atau pendidikan dari sekolahnya maupun yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri,” kata Pungky dalam Laporan IOEO dan IndoTask 2020, Selasa (25/5/2021).

Menurutnya, hal ini antara lain ditandai dengan banyaknya kaum muda berpendidikan menengah tinggi yang over qualified dalam pekerjaannya, sedangkan di sisi lain perusahaan sulit mendapat tenaga kerja berkeahlian tinggi yang dibutuhkan.

Sehingga potensi kerugian akibat kegagalan pasar kerja ini adalah berkurangnya daya saing dan investasi para pemberi kerja.

Akibat berikutnya adalah pekerja mendapat upah dan kepuasan kerja yang rendah, sedangkan ekonomi tumbuh lebih lambat akibat produktivitas dan imbal hasil investasi modal manusia yang lebih rendah.

Pungky menyebutkan, pengembangan sistem informasi pasar kerja berkelas dunia mencakup empat fungsi utama yaitu bimbingan karir, pencocokan pekerjaan, analisis pasar kerja dan basis bagi kebijakan Ketenagakerjaan aktif.

Namun, berdasarkan hasil kajian Bank Dunia tahun 2018 sistem informasi pasar kerja dari Pemerintah Indonesia saat ini berada pada tingkat dasar menuju menengah. “Cukup rendah sebetulnya,” imbuhnya.

Kendati begitu, sistem informasi pasar kerja Indonesia telah mampu memberi layanan kepada pencari kerja. Dan disamping itu perusahaan masih dapat dikembangkan lebih jauh dengan memanfaat teknologi dan memperluas basis data.