Liputan6.com, Jakarta - Para pelaku usaha mendukung langkah pemerintah agar Indonesia bebas Over Dimension and Over Load (ODOL). Namun, mereka meminta pemerintah menunda tenggat waktu implementasi tersebut dari rencana saat ini mulai 1 Januari 2023 menjadi 2025.
"Kami mohon relaksasi atau injury time dua tahun penerapan Zero ODOL, yang semula 2023 ke 2025. Hal ini mengingat dan memanfaatkan kondisi momentum pemulihan yang mulai positif di dalam negeri sementara pandemi global belum memperlihatkan perkiraan berakhirnya," kata Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan, dalam diskusi Warta Ekonomi pada Kamis (10/6/2021).
Baca Juga
Yustinus mengatakan penerapan Zero ODOLÂ di industri kaca, akan menaikan biaya logistik sebesar 23 persen. Dari pengalaman satu tahun terakhir ini, pemulihan bisnis membutuhkan waktu dua tahun.
Advertisement
Satu tahun untuk pemulihan operasional, pasar dan cash flow. Kemudian satu tahun lagi untuk pemulihan pemeliharaan yang tertunda dan rencana investasi. Sehingga, implementasi Zero ODOLÂ pada 2023 dinilai memberatkan indsutri.
Kendati demikian, industri manufaktur khususnya kaca lembaran, sudah mulai melakukan persiapan menuju Zero ODOL. Hal ini termasuk tidak memakai truk berusia lebih dari 15 tahun, tapi modifikasi dan peremajaan atau investasi armada tertunda karena kontraksi bisnis.
Yustinus pun berharap agar ada solusi baru mengenai waktu implementasi Zero ODOLÂ ini.
"Kami ingin ada peningkatan sinergi dengan koordinasi antar kementerian dan lembaga serta pelaku usaha agar solusi win-win seluruh pemangku kepentingan dapat terlaksana dnegan cepat dan tepat waktu, serta tepat biaya," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harapan Pengusaha
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik - Gabungan Aosiasi Perusahaan Makanan dan Minuman (GAPMMI), Rachmat Hidayat. Ia berharap kebijakan Zero Odol bisa diimplementasikan mulai 1 Januari 2025.
"Melihat apa yang terjadi di 2020 kita terpuruk, mode kita survival, tidak rugi aja sudah syukur dan industri masih bisa berdiri meskipun banyak juga yang tutup. Kami tidak muluk-muluk, tolong beri kami napas," ungkap Rahmat.
Kondisi industri yang belum begitu baik, akan semakin tertekan jika kebijakan ini diimplemntasikan pada 2023. Hal ini terutama karena Zero Odol akan menaikkan biaya logistik.
Biaya logistik Indonesia berdasarkan data 2020, merupakan yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara dengan 23 persen terhadap Produk Domestik Buro (PDB).
"Sudah kita jangan terlalu paranoid, naiknya 50 persen saja, saya hitung dari 23 persen anggaplah 12 persen. Itu artinya ada angka nilai rupiah yang harus keluar oleh indsutri di Indonesia. Duit siapa yang mau bayar, mau dibebankan ke pengusaha semua? tutup pabrik kita semua," ungkapnya.
Advertisement