Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, coba menjelaskan maksud pemerintah dalam mengenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan pokok seperti sembako. Rencana penerapan tarif PPN sembako itu sendiri tertuang dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Yustinus menyampaikan, pengenaan tarif PPN sembako ini bertujuan untuk memayungi seluruh jenis kelompok barang konsumsi agar dikenai pajak secara adil. Dia lantas mencontohkan pembelian beras premium untuk kelompok atas dan beras murah untuk masyarakat kelas bawah, yang saat ini sama-sama tidak membayar PPN.
"Sama juga kalau mengkonsumsi daging segar atau ayam segar premium, dan saya mengkonsumsi ayam yang saya beli di pasar, itu sama-sama tidak kena PPN," ujar Yustinus kepada Liputan6.com, pada Jumat (11/6/2021).
Advertisement
Berkaca pada kondisi tersebut, dia menilai ada suatu distorsi lantaran masyarakat mampu dan kekurangan yang punya daya beli berbeda sama-sama dapat kemudahan bebas PPN.
"Itu yang jadi distorsi sebenarnya, yang harusnya konsumen mampu menikmati tidak bayar PPN, padahal kalau dikenai dan dia mampu mustinya bisa dipakai untuk mengkompensasi yang tidak mampu," terang Yustinus.
Oleh karenanya, pemerintah dalam Pasal 7 RUU KUP coba membuat pengecualian untuk penerapan tarif PPN 12 persen. Dalam hal ini, tarif PPN dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.
Pengecualian itu dikatakan Yustinus bisa juga diterapkan pada PPN sembako, dimana barang konsumsi untuk masyarakat mampu dikenai tarif normal, sementara untuk masyarakat umum bisa dikenai tarif yang rendah.
"Misalnya saya bilang bisa pakai opsi seperti untuk barang pertanian, kan 1 persen. Itu bisa dipakai, jadi kan tidak memberatkan kalau 1 persen dari harga barang. Apalagi kelompok masyarakat miskin kan mendapat bansos termasuk subsidi lain, sehingga itu bisa dipakai untuk mengkompensasi," tuturnya.
"Tetapi pemerintah dapat dari kelompok atas tadi penerimaan lebih besar, sehingga bisa dipakai untuk mensubsidi yang tidak mampu. Jadi itu pertimbangannya," tandas Yustinus.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sembako hingga Pasir Bakal Kena PPN 12 Persen, Ini Daftar Lengkapnya
Sebelumnya, pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Mengacu Pasal 4A RUU KUP, Kamis (10/6/2021), sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, antara lain:
1. Beras dan Gabah
2. Jagung
3. Sagu
4. Kedelai
5. Garam Konsumsi
6. Daging
7. Telur
8. Susu
9. Buah-buahan
10. Sayur-sayuran
11. Ubi-ubian
12. Bumbu-bumbuan
13. Gula Konsumsi
Advertisement
Barang Hasil Tambang
Tidak hanya sembako, jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya juga kini dihapus dari daftar pengecualian PPN.
Seperti dikutip dari PP Nomor 144/2000, berikut daftar hasil pertambangan/pengeboran yang akan dikenakan PPN:
1. Minyak Mentah (crude oil)
2. Gas Bumi
3. Panas Bumi
4. Pasir dan Kerikil
5. Batubara sebelum diproses menjadi Briket Batubara
6. Bijih Besi, Bijih Timah, Bijih Emas, Bijih Tembaga, Bijih Nikel, dan Bijih Perak serta Bijih Bauksit
Adapun besaran tarif PPN seperti diatur dalam Pasal 7 RUU KUP adalah 12 persen. Tarif PPN sendiri dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.Â