Sukses

Terus Naik, Pemerintah Diminta Waspadai Lonjakan Harga Minyak

Harga minyak dunia terus mengalami kenaikan selama tiga bulan terakhir, bahkan saat ini sudah menyentuh level USD 72 per barrel.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah harus mewasapadai kenaikan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini. Sebab akan memicu harga patokan Bahan Bakar Minyak (BBM) naik.

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan selama tiga bulan terakhir, bahkan saat ini sudah menyentuh level USD 72 per barrel.

Kenaikan harga minyak dunia ini juga diikuti dengan kenaikan harga minyak acuan pembentukan harga BBM yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu MOPS maupun Argus.

"Berdasarkan data yang dikumpulkan, sepanjang 3 bulan terakhir untuk harga MOPS sudah jauh di atas harga minyak dunia. Misalnya untuk pada Maret 2021, harga MOPS rata-rata sebesar USD 71.5 per barel, April sebesar USD 71.71 per barel dan Mei 2021 harga rata-rata MOPS untuk MOGAS 92 sudah mencapai angka USD 74.32 per barelnya," kata Mamit, di Jakarta, Kamis (10/6/2021).

Sesuai Kepmen ESDM No 62 Tahun 2020, penentuan harga BBM mengacu pada harga Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus, dimana untuk BBM di bawah RON 95 dan solar CN 48 menggunakan rumus MOPS atau Argus + Rp 1.800 per liter plus margin 10 persen dari harga dasar.

Sedangkan untuk bensin RON 95, RON 98 dan solar CN 51 rumusnya adalah MOPS atau Argus + Rp 2.000 per liter plus margin 10 persen dari harga dasar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kenaikan Harga Minyak

Menurut Mamit, kondisi kenaikan harga minyak ini harus diwaspadai, sebab berasarkan harga acuan yang digunakan dalam formula pembentukan harga BBM seharusnya BBM non subsidi yang dijual Pertamina mengalami kenaikan. Namun, jika harganya ditahan makan Pertamina mengalami kerugian karena menjual BBM non subsidi dibawah harga pasar.

"Sedangkan saat ini harga Pertamax masih di angka Rp 9.000 per liter sehingga Pertamina menanggung kerugian sebesar Rp 1.830 per liternya," tutur Mamit.

Menurut Mamit, sesuai Permen ESDM No 62 tahun 2020, Badan Usaha bisa melakukan penyesuaian harga dengan mengajukan kepada pemerintah dalam hal ini Dirjen Migas.

"Badan usaha swasta seperti Shell, Vivo, BP maupun Indostation sudah beberapa kali menyesuaikan harga jual mereka, sudah sepatutnya Pertamina juga menyesuaikan harga, " tandasnya.