Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengomentari soal wacana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Hal ini diketahui dari draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang beredar di masyarakat.
Ia menjelaskan alasan pemerintah belum banyak berkomentar tentang rencana ini.
"Untuk pertanyaan masalah PPN, mungkin Komisi XI memahami bahwa kita menyiapkan RUU KUP yang sampai saat ini belum disampaikan di paripurna, dibacakan. Kami dari etika politik, belum bisa melakukan penjelasan ke publik sebelum ini dibahas karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan ke DPR melalui surat Presiden," kata Sri Mulyani dalam Raker dengan Komisi XI pada Kamis (10/6/2021).
Advertisement
Sri Mulyani pun menyadari situasi kini menjadi sedikit canggung karena dokumennya telah lebih dahulu beredar di tengah masyarakat.
"Sehingga kami tidak dalam posisi untuk jelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita yang keluar sepotong-potong, yang kemudian menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini," jelasnya.
Padahal, katanya, pemerintah tengah fokus dalam pemulihan ekonomi. Seluruh instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tengah digunakan untuk mendukung perekonomian.
Pada saat bersamaan, pemerintah juga tetap membangun fondasi dan perpajakan untuk tetap sehat ke depan. Kondisi saat ini, katanya, masyarakat tengah memanfaatkan semua insentif yang sedang diberikan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan akan menjelaskan soal PPN sembako dan RUU KUP dalam rapat dengan Komisi XI nanti. Dari sana, nanti akan bisa dilihat secara keseluruhan yang direncanakan pemerintah termasuk pihak-pihak yang akan dikenakan pajak dan wacana waktu implementasinya.
"Kita bisa lihat keseluruhannya, dan kita bisa bahas mengenai apakah timingnya harus sekarang, apakah fondasinya harus seperti ini, siapa yang pantas untuk dipajaki. Itu semua perlu kita bawakan dan kita akan presentasikan secara lengkap dan itu semua akan kami bahas secara penuh dengan Komisi XI," ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PKS soal Pengenaan PPN Sembako: Berhentilah Menguji Kesabaran Rakyat
Sebelumnya, Ketua DPPÂ PKSÂ Netty Prasetiyani Aher berharap pemerintah membatalkan rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)Â sembako.
Pasalnya, selain membuat rakyat semakin susah dan bertambahnya angka kemiskinan, ini jelas berpotensi meningkatkan angka stunting yang kini coba ditekan oleh pemerintah sendiri.
"Kita khawatir banyak keluarga akan kesulitan memenuhi standar gizi untuk anak-anak, bahkan dapat mengancam naiknya angka stunting dan gizi buruk," kata Netty dalam keterangannya, Kamis (10/6/2021).
Menurut dia, jelas rencana pengenaan PPN sembako ini menunjukkan pemerintah tidak membela rakyatnya terlebih di tengah pandemi. Pasalnya, dalam kondisi seperti saat ini banyak yang terdampak kondisi ekonominya, bahkan jelas kehilangan pekerjaan.
"Ini kebijakan yang tidak pro rakyat," jelas Netty.
Dia meminta pemerintah membatalkan rencana pengenaan PPN sembako tersebut. Selain itu, meminta harus peka dengan kondisi masyarakat saat ini.
"Berhentilah menguji kesabaran rakyat dengan membuat kebijakan yang tidak masuk akal," kata Netty.
Advertisement
Berpotensi Meningkatkan Kemiskinan
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara meminta pemerintah memikirkan lebih matang rencana penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako.
Ia menyebut adanya PPN tersebut, hanya akan menambah beban rakyat dan berpotensi menaikkan angka kemiskinan.
"Akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan, sekarang apalagi pandemi," kata Amir saat dikonfirmasi, Kamis (10/6/2021).
Menurut dia, pemerintah harus punya rencana matang dalam pemberian PPN kepada sembako ini. Jika angka kemiskinan bertambah, maka tentu saja berdampak pada daya beli masyarakatnya.
"Sembako sebagai kebutuhan pokok bila kena pajak akan menurunkan daya beli masyarakat," jelas Amir.
Politisi PPP ini mengingatkan, sejauh ini data BPS sudah ada 1,62 juta orang menganggur akibat pandemi Covid-19. Selain itu, jumlah penduduk miskin yang naik menjadi 10.19%.
"Itu harus dan perlu dijadikan pertimbangan matang pemerintah," kata Amir.Â