Sukses

Menteri ATR Sofyan Djalil Sebut Tax Amnesty Tak Permasalahkan Asal Aset

Adanya Tax Amnesty ini adalah untuk memperbaiki sistem pendaftaran perpajakan di Indonesia. Sebelumnya banyak orang yang ragu mengikuti Tax Amnesty.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengatakan, tax amnesty tidak mempermasalahkan aset atau tanah yang dimiliki seseorang berasal dari hasil kejahatan, yang terpenting setiap aset tersebut membayar pajak dan tersertifikasi.

Tax amnesty tidak mempersoalkan sumbernya yang penting aset tersebut didaftarkan, tax amnesty tidak mempersoalkan apakah aset atau tanah itu hasil kejahatan atau tidak, yang penting bayar pajak. Namun jika ada permasalahan itu urusan kedua,” kata Sofyan dalam bincang bersama PPATK Indonesia dengan tema Tindak Tegas Mafia Tanah, Minggu (13/6/2021).

Sebagai informasi, Tax Amnesty merupakan kebijakan pemerintah dalam memberikan pengampunan atau penghapusan pajak yang seharusnya terutang kepada Wajib Pajak (WP) tanpa mengenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan bagi WP.

Lanjut Sofyan menjelaskan, adanya Tax Amnesty ini adalah untuk memperbaiki sistem pendaftaran perpajakan di Indonesia. Sebelumnya banyak orang yang ragu mengikuti Tax Amnesty , mereka khawatir aset mereka ketahuan. Padahal dalam Tax Amnesty tidak mempermasalahkan itu kata Sofyan.

Misalnya, ada orang yang memiliki aset rumah atau bangunan seharga Rp 100 miliar atas nama orang lain, tapi dengan bayar 2 persen maka properti tersebut bisa beralih menjadi hak milik yang bersangkutan.

“Tetapi menurut saya belum semua karena kemarin waktu Tax Amnesty banyak orang yang ragu-ragu. Benarkah ini? sehingga banyak orang juga yang ternyata tidak ikut Tax Amnesty, tapi setelah Tax Amnesty berjalan ternyata itu benar, waktu itu bayarnya cuman 2 persen kan. Sekarang kelihatannya banyak orang mempersoalkan Tax Amnesty lagi dong,” jelasnya.

Di sisi lain, dia menegaskan memang untuk penjualan tanah wajib ada sertifikat, lantaran masih banyak praktek penjualan di bawah tangan. Namun setelah ada Tax Amnesty, diharapkan tanah-tanah dan aset-aset yang di bawah tangan itu sudah tersertifikasi, karena orang ingin mendapatkan manfaat dari pengurangan pajak dari Tax Amnesty.

“Nah saya pikir kalau ada tax amnesty lagi orang akan ikut kali ini sekarang banyak uang yang di bawah bantal, banyak aset-aset yang masih di atas nama orang lain yang mereka mulai kahawatir sekarang karena kalau memformalkan sertifikat akan dipersoalkan oleh Kantor Pajak,” ujarnya.

Dia berpendapat jika dilakukan lagi Tax Amnesty, maka akan memberikan kesempatan kedua bagi orang yang belum mendaftarkan aset-asetnya.

“Mudah-mudahan mereka akan mendaftarkan, dan diketahui banyak sekali sebenarnya bukan karena kejahatan tetapi karena ignorant aja atau misalnya orang asing di Bali itu beli tanah atas nama orang lokal Bali, karena menghindari aturan bahwa orang asing tidak boleh memiliki tanah,” pungkasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

2 Skema Tax Amnesty Jilid II yang Diusulkan Sri Mulyani

Sebelumnya, pemerintah akan kembali menjalankan program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II di 2022. Program ini untuk mendorong kepatuhan wajib pajak (WP) skaligus menambah penerimaan negara.

Dari paparan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, terdapat dua skema pengampunan pajak. Pertama, pembayaran pajak penghasilan (PPh) dengan tarif lebih tinggi dari tarif tertinggi pengampunan pajak, atas pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam tax amnesty jilid I.

Adapun jika berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, saat menggelar tax amesty lima tahun lalu pemerimtah mengatur tiga lapisan tarif tebusan berdasarkan peiode pelaksanaan program pengampunan pajak tersebut.

Periode I pada 1 Juli 2016 - 30 September 2016 dengan tarif tebusan 2 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 4 persen untuk deklarasi luar negeri. Periode 2 yakni 1 Oktober 2016 - 31 Desember 2016 dengan tarif tebusan 3 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 6 persen untuk deklarasi luar negeri.

Selanjutnya periode 3 yang dilaksanakan pada1 Januari 2017 - 31 Maret 2017 dengan tarif tebusan 5 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 10 persen untuk deklarasi luar negeri. Artinya tarif program pengampunan pajak di tahun depan akan lebih dari 5 persen untuk deklarasi kekayaan dalam negeri, dan di atas 10 persen bagi harta yang diakui berada di luar negeri.

“Saya rasa saya akan skip untuk penerimaan pajak, mungkin akan dibahas di panja 1,” kata Sri Mulyani saat rapat bersama Banggar DPR RI, di Jakarta, Senin (31/5/2021).

 

3 dari 3 halaman

Skema Kedua

Kedua, pembayaran PPh dengan tarif normal, atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan OP Tahun Pajak 2019. Adapun saat ini lapisan PPh OP tertinggi adalah sebesar 30 persen untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp500 juta per tahun. Kemudian pembayaran PPh dengan tarif normal atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT TahunanOP Tahun Pajak 2019.

Selain itu, wajib pajak juga akan diberikan tarif yang lebih rendah apabila harta yang dideklarasikan tersebut diinvestasikan dalam dalam Surat Berharga Negara (SBN).

Dalam paparannya yang disampaikan dalam Rapat Kerja Bersama Badan Anggaran (Banggar DPR RI) tersebut, pemerintah akan melakukan penguatan administrasi peprajakan dengan dua langkah.

Pertama dimungkinkan untuk menghentikan penuntutan tindak pidana perpajakan dengan pembayaran sanksi administrasi. “Pemberian kesempatan bagi wajib pajak untuk menghentikan proses hukum perpajakn dan upaya pemulihan pendapatan negara," tulis dokumen paparan.

Kemudian Kemenkeu akan melakukan kerjasama penagihan pajak dengan Negara mitra seperti pelaksanaan bantuan penagihan aktif kepada negara mitra maupun permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra secara resiprokal.