Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) tercatat melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 115,87 triliun per 8 Juni 2021.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pembelian SBN di pasar perdana untuk APBN 2021 ini dilakukan melalui lelang utama dan lelang tambahan (GSO).
Baca Juga
"Terdiri dari Rp 40,41 triliun melalui lelang utama dan Rp 75,46 triliun melalui lelang tambahan. Untuk APBN 2020, jumlahnya Rp 473,42 triliun," jelas Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/6/2021).
Advertisement
Perry melanjutkan, BI juga telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp 93,42 triliun per 8 Juni 2021. Sejak tahun 2020, total injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan telah mencapai Rp 819,99 triliun atau sebesar 5,3 persen PDB.
"Dari sisi moneter likuiditas sangat longgar, karena memang terus quantitative easing, penambahan likuiditas," ujar Perry.
Likuiditas perbankan yang longgar, lanjutnya, tercermin pada Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tinggi yaitu 33,67 persen dan pertumbuhan DPK sebesar 10,94 persen yoy.
"Likuiditas perekonomian meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan arti luas (M2) yang tumbuh masing-masing 17,4 persen dan 11,5 persen pada April 2021 secara yoy," jelas orang nomor satu di Bank Indonesia tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI: Transaksi Digital di Perbankan Meroket 60 Persen Selama Pandemi
Adanya pandemi COVID-19 orang cenderung membatasi mobilisasi serta aktivitas di luar rumah, salah satunya adalah dalam transaksi jual beli. Hal ini berdampak pada meroketnya angka transaksi digital.
“Semenjak pandemi nilai transaksi uang elektronik meningkat hingga 30,17 persen, transaksi perbankan digital banking meningkat volumenya bahkan sampai 60 persen. Jadi ini menunjukkan bahwa di tengah-tengah semuanya menurun, terdapat tendensi kenaikan pembayaran digital” kata Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan, dalam rangkaian acara Jakarta Marketing Week 2021 pada sesi Public Confidence for Digital Banking, Jumat (11/6/2021) .
Iwan mengatakan meski ekosistem layanan perbankan digital mulai bertumbuh, masih terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah sebagai regulator.
Dia menilai regulasi yang sifatnya digitally native sangat diperlukan tambal sulam dari regulasi yang sudah ada menimbang pesatnya perkembangan teknologi.
Tujuan dari regulasi ini sendiri adalah supaya pemerintah mampu menghadapi dan mendeteksi resiko. Sehingga stabilitas sistem finansial di Indonesia dapat terwujud.
“Pandemi ini membuat kita harus membatasi fisik, ekonomi tertekan, dan ada penurunan sektor riil tetapi kita punya sebuah peluang selain tentunya pemulihan ekonomi ini, kalau vaksinasinya bisa berjalan terus, digitalisasi pembayaran bisa ditingkatkan, transaksi ekonomi digital meningkat, kita tingkatkan terus scalability, capability, dan bankability, sehingga daya saing dan pertumbuhan bisa tumbuh,” jelasnya.
Advertisement