Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako dan jasa pendidikan di Indonesia. Munculnya berbagai informasi mengenai rencana tersebut, akhirnya membuat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penjelasan langsung kepada para wajib pajak.
DJP mengirimkan email berisi penjelasan mengenai rencana tersebut.
Baca Juga
"Berkenaan dengan maraknya pemberitaan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako maupun jasa pendidikan di Indonesia, dengan ini disampaikan bahwa berita yang beredar merupakan informasi yang tidak berasal dari sumber resmi pemerintah," demikian penjelasan dari Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, seperti dikutip pad Sabtu (19/6/2021).
Advertisement
Pihak DJP menjelaskan, saat ini pemerintah sedang fokus terhadap upaya penanggulangan Covid-19 dengan melakukan berbagai upaya untuk melindungi masyarakat dan menolong dunia usaha agar dapat bangkit dan pulih akibat pandemi.
Kemudian, di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat pandemi, pemerintah memandang perlu menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan, di antaranya usulan perubahan pengaturan PPN.
Ada pun poin-poin penting usulan perubahan di antaranya adalah pengurangan berbagai fasilitas PPN, karena dinilai tidak tepat sasaran dan untuk mengurangi distorsi. Kemudian juga rencana penerapan multitarif, dengan mengenakan tarif PPN yang lebih rendah daripada tarif umum misalnya atas barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, dan tarif PPN yang lebih tinggi daripada tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi.
"Bahkan untuk jenis barang tertentu akan dikenai PPN Final untuk tujuan kesederhanaan dan kemudahan," jelas DJP.
Rencana ini akan dibahas lebih lanjut bersama DPR dan disebut akan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan agar lebih baik dan adil, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan, dan gotong-royong.
"Serta meningkatkan kontribusi kelompok yang mampu dengan kompensasi dan subsidi yang lebih tepat sasaran," demikian mengutip penjelasan DJP.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dahlan Iskan: Untung RUU PPN Sembako Bocor ke Publik, Meski Kacaunya Bukan Main
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan bersyukur dokumen Rancangan Undang-undang (RUU) atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur penerapan PPN sembako bisa bocor ke publik.
"Untung dokumen publik ini bocor. Diskusi publik pun bisa terjadi, meskipun kacaunya bukan main. Itulah soal pajak sembako, yang asalnya dari penyampaian rencana undang-undang pajak ke DPR. Lalu, isinya bocor ke publik. Terutama bagian-bagian yang paling sensitifnya,” kata Dahlan Iskan dikutip Liputan6.com, dari Disway.id, Selasa (15/6/2021).
Bocornya RUU tersebut, kata Dahlan menimbulkan kehebohan yang luar biasa, sampai ada pejabat yang kebakaran jenggot, pejabat itu menyesalkan kehebohan itu gara-gara dokumen negara yang bocor.
Dahlan menyebut Ekonom Indef, Enny Sri Hartati yang mengaku marah ketika mendengar ada pejabat yang menyesalkan kebocoran RUU tersebut. "Itu kan dokumen publik. Tidak hanya harus bocor. Harus dibuka," kata Enny dikutip Dahlan.
Disisi lain, ada Staf khusus menteri keuangan bidang komunikasi strategis, Yustinus Prastowo, yang turut menjelaskan kesalahpahaman itu. Yustinus menjelaskan bahwa pajak sembako belum akan dikenakan PPN dalam waktu dekat. Melainkan, RUU itu diajukan sebagai antisipasi kalau pandemi sudah terlewati.
“Sebutan 'pajak sembako' sendiri ternyata juga rujak sentul. Yang akan dipajaki itu ternyata sembako premium. Kalau pun beras, beras yang akan dikenai PPN adakah beras yang harganya Rp 50.000/kg. Kalau pun daging yang kena PPN itu sejenis daging kelas wagyu ke atas. Yang kalau jadi steak satu porsi berharga Rp 1,5 juta. Semua itu juga baru rencana. Masih akan dibahas di DPR,” kata Dahlan.
Dahlan pun menegaskan, seperti yang dikatakan Yustinus, bahwa aturan PPN sembako belum akan berlaku selama masih ada pandemi. Selama pandemi, pemerintah justru telah begitu banyak memberikan keringanan pajak.
Lanjut, Dahlan mengatakan Ekonom Indef Enny juga tidak setuju dengan rencana pengenaan PPN untuk pendidikan dalam RUU tersebut.
Advertisement
Pendidikan Dipajaki
Senada dengan Enny, Ekonom Anthony Budiawan juga tidak setuju pendidikan dipajaki. Pengenaan pajak pada sembako dan hasil pertanian, kata Anthony, hanya akan menambah kemiskinan.
Dari respon Anthony tersebut, Dahlan menerangkan, meski RUU itu dimaksudkan untuk persiapan "pasca pandemi" tapi hebohnya justru bisa memperparah dampak pandemi. Padahal, seperti dijelaskan Yustinus, RUU itu juga untuk memperbaiki struktur perpajakan. Termasuk untuk memperluas basis pengenaan pajak.
“Misalnya, kata Yustinus, sekarang ini ada kecenderungan baru di seluruh dunia! menaikkan PPN dan menurunkan PPh. "Sekarang ini menuju zaman the dead of income tax",” kata Dahlan
Namun, menurut Anthony, itu bukan kecenderungan umum seluruh dunia. "Itu terjadi di negara-negara yang belum maju, seperti Chili," ujar Anthony.
Dahlan berpendapat, kesan Anthony, menaikkan PPN itu, hanya cari gampangnya saja. Untuk menutup kekurangan pendapatan negara. “Menaikkan PPn dan menurunkan PPh itu tidak sejalan dengan prinsip distribusi pendapatan," ujar Anthony.
“Maka bagus juga dokumen negara ini bocor. Agar semakin banyak pendapat bisa didengar. Lalu jangan lupa membuat keputusan,” pungkas Dahlan.
Infografis Rencana Sembako Dikenakan Tarif PPN
Advertisement