Sukses

Ahli Hukum Kepailitan Tegaskan Pertamina Foundation Tak Berutang Terkait GMP

Pada Kamis 17 Juni 2021, telah dilangsungkan persidangan perkara Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) No. 174/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Jkt.Pst.

Liputan6.com, Jakarta - Pada Kamis 17 Juni 2021, telah dilangsungkan persidangan perkara Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) No. 174/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Jkt.Pst. dengan agenda mendengar keterangan Ahli PKPU Dr. Hadi Subhan,SH., MH., CN. dari Universitas Airlangga Surabaya yang dihadirkan oleh Termohon (Pertamina Foundation/PF).

Dr. Hadi Subhan merupakan ahli di bidang Hukum Kepailitan yang berkompeten dan telah memberikan keahlian dalam berbagai sidang PKPU dan Kepailitan di Indonesia.

Dia juga menjadi pengajar di berbagai universitas ternama, asosiasi Pendidikan Pengurus dan Kurator di AsosiasiKurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI), serta Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI) Dalam kesempatan kali ini, Ahli menerangkan bahwa permohonan PKPU yang dimohonkan oleh Pihak Pemohon tidak memiliki dasar yang kuat dan seharusnya ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara.

"Bahwa syarat PKPU mutatis mutandis dengan syarat Pailit yaitu minimal memiliki satu utang, minimal memiliki dua kreditur, dan pembuktian sederhana. jika salah satu syarat PKPU dan Pailit tidak terpenuhi, maka syarat permohonan kepailitan atau PKPU menjadi gugur," ungkap Hadi.

Pembuktian sederhana juga diatur dalam Penjelasan Pasal 8 Ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU tetapi tidak dijelaskan definisi kata sederhana.

Bukti yang tidak kasat mata jangan dipailitkan karena pailit berdampak besar bagi debitur dan para krediturnya.“Hakim jangan memberikan putusan pailit jika bukti tidak kasat mata atau bukti tidak sederhana.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kelanjutan Persidangan

Di dalam yurisprudensi, beberapa hakim berpendapat tidak sederhana adalah pertama apabila adaexceptio non adimpleti contractus yang dianalogikan jika relawan belum menanam pohon tapi sudah menagih pembayaran, kedua apabila ada tindak pidana dalam pembuatan perikatan utangpiutang yang dianalogikan jika ada pemalsuan surat dalam pembuatan perikatan, dan ketigaapabila ada Force Majeure.

"Force Majeure menentukan apakah para pihak bertanggung jawabatau tidak. Pembuktian Force Majeure cukup sulit dan rumit oleh sebab itu pembuktiannya tidaksederhana," lanjutnya.

“Jika terdapat pengurus badan hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum (tindakpidana korupsi) dan sudah memiliki putusan inkracht maka tidak bisa dijadikan dasar untukmengajukan pailit atau PKPU karena berdasarkan norma dalam SEMA No. 7 Tahun 2012, tindakan pengurus terhadap badan hukum adalah melawan hukum, oleh sebab itu hakekatnyatidak memenuhi syarat untuk dipailitkan atau PKPU,” tutup Hadi.

Persidangan akan dilanjutkan pada tanggal 22 Juni 2021 dengan agenda Kesimpulan dari pihak Pemohon dan Termohon (PF).