Sukses

Cegah Fintech Ilegal, OJK Perbaharui Aturan Terkait Perizinan

OJK ingin memastikan bahwa industri fintech dalam keadaan sehat.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK Riswinandi mengatakan akan ada penyesuaian dalam pembaharuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 77 tahun 2016 tentang fintech Peer to Peer lending, salah satunya dalam hal perizinan.

“Pembaharuan pada POJK 77 tahun 2016 mengenai Peer to peer lending ini, beberapa hal yang nantinya akan kami sesuaikan dan kami perbaiki tentunya mengikuti perkembangan monitoring evaluasi kami terhadap perkembangan fintech  peer to peer dalam beberapa tahun terakhir, terutama terkait perizinan,” kata Riswinandi dalam The Future of Fintech New Normal Era, Senin (21/6/2021).

Pembaharuan tidak hanya soal perizinan, melainkan juga terkait permodalan, government, manajemen risiko, dan kelembagaan dan OJK ingin mendorong agar peer to peer ini agar lebih resiliensi dan memiliki kualitas yang baik untuk bersaing secara sehat.

Adapun berdasarkan data OJK per 10 Juni 2021 tercatat ada 125 P2P lending yang terdaftar. Disamping itu, OJK menyatakan saat ini tengah dilakukan monitor artinya mengerem jumlah P2P yang bisa berizin dan terdaftar di OJK, untuk memastikan profesionalisme P2P lending tersebut.

Tidak hanya itu, OJK juga ingin memastikan bahwa industri fintech dalam keadaan sehat, apakah akan mencetak laba atau tidak. Selain itu, OJK akan melihat tingkat perlindungan datanya P2P lending seperti apa.

Tujuannya adalah untuk menghentikan fintech ilegal yang berusaha memanfaatkan pasar Indonesia tapi mereka tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, OJK mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK.

“Disamping itu upaya literasi tetap harus ditingkatkan agar masyarakat pengguna platform peer to peer lebih mengetahui platform peer to peer mana yang berizin oleh OJK agar mereka tidak terperangkap lagi dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Peer to peer illegal,” pungkasnya.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

AFPI: Per Mei 2021, Keluhan Masyarakat soal Fintech Ilegal Turun jadi 62 Laporan

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat hingga periode 21 Mei 2021 laporan fintech illegal melalui layanan JENDELA AFPI cenderung menurun menjadi 62 laporan masyarakat terkait fintech illegal dibanding periode April 2021 yang mencapai 581 aduan.

Ketua Bidang Humas AFPI Andi Taufan menjelaskan hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin memahami bahaya dari penggunaan Fintech illegal. Lantaran AFPI telah menggandeng sejumlah pihak untuk memberantas fintech P2P lending Ilegal.

“Diantaranya Kemenkominfo, Direktorat Cyber Crime Polri, Perbankan nasional, hingga Google Indonesia serta edukasi kepada masyarakat secara konsisten sebagai langkah preventif menghentikan penyebaran Fintech illegal,” kata Andi dalam  diskusi AFPI – Praktek  Fintech Pendanaan Legal Vs Pinjaman Online illegal, Jumat (21/5/2021).

Andi menegaskan bahwa AFPI terus melakukan upaya menghadirkan pendanaan yang aman dan nyaman bagi konsumen dengan mengandalkan teknologi seperti Jendela dan Fintech Data Center (FDC).

Ia menjelaskan cara kerja dari FDC yakni kurang lebih ada 200 ribu pengecekan data calon Borrower per hari, kemudian 120-135 platform aktif melaporkan data setiap hari.

“FDC dapat diolah menjadi pendeteksi dan pencegah calon nasabah yang melakukan peminjaman berlebih di banyak platform fintech P2P lending dalam waktu bersamaan serta mengetahui profil risiko peminjam,” jelasnya.

Lebih lanjut Andi memaparkan lima peran AFPI dalam memajukan industri Fintech Pendanaan bersama di Indonesia. Pertama, AFPI sangat terlibat dalam pengembangan POJK nomor 77, peraturan utama yang mengatur fintech pendanaan bersama serta AFPI terlibat dalam pengembangan Undang-undang Perlindungan data pribadi dan pengembangan UU sektor jasa keuangan. 

3 dari 3 halaman

Beri Wawasan soal Fintech

Kedua, AFPI bekerja sama dengan OJK, Bank Indonesia, dan industri jasa keuangan untuk memberikan wawasan dan pendidikan tentang fintech pendanaan bersama. Selain itu AFPI juga rutin berpartisipasi dalam seminar dan konferensi untuk mengedukasi masyarakat umum, UMKM tentang Fintech pendanaan bersama.

Ketiga, AFPI telah melaksanakan berbagai pelatihan dan sertifikasi sebagai salah satu kewajiban dalam pengembangan sumber daya manusia yang diwajibkan oleh OJK.

Keempat, AFPI selalu memastikan visibilitas data yang lebih baik dengan membentuk FDC. Saat ini FDC sudah dimanfaatkan oleh para penyelenggara untuk pengecekan data calon borrower.

Kelima, AFPI bertindak sebagai badan pengaturan mandiri yang memantau 146 platform fintech pendanaan bersama.