Liputan6.com, Jakarta - Penerapan konsep harm reduction atau pengurangan bahaya dinilai penting untuk mengantisipasi potensi efek negatif bonus demografi, khususnya di bidang lingkungan. Sebab, jika tidak mengimplementasikan konsep ini, maka bonus demografi akan menciptakan degradasi lingkungan.
Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (CYPR) Dedek Prayudi, atau yang akrab disapa sebagai Uki, menyebutkan Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada 2024 mendatang.
Baca Juga
Saat ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 juta orang, yang mana 70 persen di antaranya berada di usia produktif (15-60 tahun) dan sebagian besar penduduk usia produktif tersebut adalah kelompok pemuda berusia 16-30 tahun.
Advertisement
Artinya, jumlah penduduk usia kerja dua kali lebih besar dibanding jumlah penduduk usia non-kerja. “Bonus demografi itu seperti pisau bermata dua. Yang pertama jendela peluang, yang kedua bencana,” ujar Uki dikutip Rabu (23/6/2021).
Uki menjelaskan bonus demografi berpotensi menciptakan bencana bagi lingkungan karena adanya peningkatan aktivitas manusia, baik ekonomi, sosial, maupun politik.
“Itu semua dalam prosesnya mengeksploitasi alam ataupun limbahnya merusak alam,” ungkapnya.
Contohnya pemanfaatan pembangkit listrik batu bara, kebakaran hutan, penggunaan kendaraan pribadi, sampah puntung rokok, dan sampah rumah tangga.
Di DKI Jakarta, per harinya menghasilkan 7.500 ton sampah yang dikirim ke Bantar Gebang. “Limbah sampah belum terdaur ulang dengan baik. Ini yang saya maksud bahwa aktivitas ekonomi, sosial, dan politik menghasilkan degradasi lingkungan,” ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kelola Lingkungan Hidup
Melihat potensi bencana ini, Uki pun mengemukakan perlunya pemberdayaan pemuda berkelanjutan serta tata kelola lingkungan hidup. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan dan harus dijalankan secara partisipatif oleh semua pihak dari hulu ke hilir guna mengantisipasi dampak negatif bonus demografi.
“Artinya, dari upstream pembuat kebijakan dan downstream dari masyarakat umum. Kalau untuk upstream merestorasi yang rusak. Di level downstream kami menawarkan harm reduction atau pengurangan bahaya” paparnya.
Konsep pengurangan bahaya ini bisa direalisasikan dengan mengurangi pemakaian bahan-bahan yang tidak bersahabat dengan alam dan menggantikan dengan alternatif yang lebih baik. Contohnya dengan tidak lagi menggunakan sedotan maupun kantong plastik sekali pakai ataupun tidak lagi merokok, akan tetapi dapat diganti dengan produk yang dapat dipakai berulang kali.
“Inilah yang dimaksud pengurangan bahaya itu. Kita memang tidak bisa menghentikan aktivitas ekonomi,” pungkasnya.
Advertisement