Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, posisi utang Pemerintah Indonesia pada akhir Mei 2021 mencapai Rp 6.418 triliun, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 40,49 persen. Meski posisi utang mengalami kenaikan, namun rasio utang terhadap PDB pada Mei lalu tercatat lebih rendah dibanding April 2021 yang sebesar 41,28 persen.
Kementerian Keuangan mengklaim rasio utang Pemerintah Indonesia masih relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang. Bahkan dengan negara tetangga di kawasan Asean seperti Thailand, Vietnam, Filipina dan Malaysia saja masih lebih kecil.
"Membandingkan rasio utang dengan Jepang sah-sah saja secara relatif dan sifatnya global. Jika dibandingkan dengan negara sepantaran (peers) pun kondisi Indonesia masih lebih baik, misalnya Thailand, Malaysia, Turki, dan Brazil," tulis Kementerian Keuangan dalam laman resmi instansi.
Advertisement
Mengutip informasi Trading Economics, Jumat (25/6/2021), rasio utang pemerintah dunia terhadap PDB di masing-masing negara mayoritas memang mengalami kenaikan.
Ambil contoh Jepang, yang rasio utangnya meningkat dari sebelumnya sekitar 238 persen menjadi 266 persen. Adapun lonjakan terbesar terjadi pada Venezuela, dimana rasio utang terhadap PDB negara Amerika Latin yang sempat jadi kaya berkat minyak tersebut melompat dari 233 persen menjadi 350 persen.
Untuk lingkup Asia Tenggara, rasio utang pemerintah Indonesia pun terpantau masih tidak sebesar negara lain. Seperti Myanmar yang berada di posisi 42,4 persen, Vietnam 46,7 persen, Thailand 50,5 persen, Malaysia 52,7 persen, dan Filipina 53,5 persen.
Singapura jadi negara Asia Tenggara dengan rasio utang terhadap PDB yang terbesar dan terus bertambah, dari sebelumnya 126 persen menjadi 131 persen.
Tapi, bukan berarti rasio utang Indonesia jadi yang terendah di kawasan Asean. Kamboja mencatat rasio utang terhadap PDB sebesar 31,5 persen. Sementara Brunei Darussalam jadi salah satu negara dengan rasio utang terkecil di dunia, yakni hanya sekitar 3,2 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Tembus Rp 6.000 Triliun, BPK Khawatir Pemerintah Tak Bisa Bayar
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020. Dalam ringkasan eksekutif yang dirilis, BPK mengkhawatirkan utang pemerintah Indonesia yang sudah mencapai lebih dari Rp 6.000 triliun.
Tercatat, jumlah utang yang gigantik ini melebihi rekomendasi rasio utang dari International Debt Relief (IDR) dan International Moneter Fund (IMF).
Dalam penjelasan hasil revisi atas kesinambungan fiskal, BPK mengatakan pandemi Covid-19 meningkatkan defisit, utang dan SILPA yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal.
"Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," jelas BPK, dikutip Liputan6.com, Rabu (23/6/2021).
Secara rinci, BPK menyebutkan rasio utang Indonesia melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan atau IDR, yaitu rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 hingga 35 persen.
Kemudian, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, melebih rekomendasi IDR 4,6 hingga 6,8 persen dan rekomendasi IMF 7 hingga 10 persen.
"Rasio utang terhadap penerimaan tercatat sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 hingga 167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90 hingga 150 persen," tulis BPK.
Adapun saat ini, utang pemerintah tercatat mencapai Rp 6.527,29 triliun atau sekitar 41,18 persen terhadap PDB.
Advertisement