Liputan6.com, Jakarta Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menilai penggunaan GeNose sebagai alat screening Covid-19 masih patut diperhitungkan sebagai salah satu syarat perjalanan dengan transportasi umum seperti bus.
Dibanding menarik GeNose, Djoko menyarankan pihak pengelola bus antar kota antar provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP) untuk lebih memperketat protokol kesehatan (prokes).
"Perusahaan transportasi umum harus benar-benar menerapkan prokes termasuk bus AKAP dan bus AKDP. Sekarang di terminal sudah ada tes GeNose diwajibkan pada seluruh penumpang," ujarnya kepada Liputan6.com, Sabtu (26/6/2021).
Advertisement
Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendorong pemerintah untuk mengevaluasi penggunaan GeNose. Ini lantaran banyaknya pengaduan terkait tingkat akurasi alat tes tersebut.
"Banyak kasus, akurasinya mengindikasikan rendah. Dikhawatirkan menghasilkan negatif palsu," kata Tulus dalam keterangannya.
Tulus mengatakan, faktor harga seharusnya bukan pertimbangan utama pemakaian GeNose. Menurutnya, hasil screening Covid-19 terkait keselamatan dan keamanan masyarakat.
"Sebaiknya pilih antigen (minimal), demi keamanan dan keselamatan bersama. Dan demi terkendalinya wabah Covid-19," ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Adian Napitulu Berharap Genose Tetap Dipertahankan
Politikus PDIP Adian Napitupulu angkat bicara perihal pro dan konta penghapusan Genose. Menurut anggota Komisi VII DPR RI ini, penggunaannya tidak bisa begitu saja dihapus.
Apalagi, penggunaan genose terbilang murah dan memudahkan masyarakat kalangan bawah.
"Genose dengan harga yang terjangkau dibandingkan antigen menjadi bukti bahwa negara hadir untuk semua rakyat tidak hanya untuk si kaya saja. Genose diizinkan digunakan pasti ada prosesnya, apalagi dari Kemenkes juga sudah kasih izin," ujar Adian dalam keterangannya, Jumat (25/6/2021).
Menurut dia, kalau usulan penghapusan Genose ini diterima pemerintah, maka yang merugi adalah masyarakat kalangan bawah. Menurut Adian, penghapusan Genose sama seperti mematikan ekonomi rakyat kecil.
"Ketika Genose ditiadakan, yang paling terpukul sebenarnya rakyat kecil juga, yang tetap harus beraktivitas untuk mencari nafkah meskipun pandemi masih seperti sekarang," kata Adian.
Tak hanya itu, ketika Genose dihapus, secara otomatis biaya untuk menempuh sebuah perjalanan akan kian mahal lantaran harus swab antigen atau PCR. Selain itu, perekonomian di bidang transportasi pun akan menurun.
Adian pun mempertanyakan alasan beberapa pihak yang menyebut Genose sebagai salah satu faktor meningkatnya kasus Covid-19.
"Itu pernyataan yang berdasarkan data, rasa, atau kepentingan? Menurut saya kalau berdasarkan data, jika Genose menjadi penyebab maka harusnya lonjakan Covid-19 terjadi setidaknya satu atau dua bulan setelah Genose dipergunakan, atau sekitar bulan Maret atau April 2021, bukan bulan Juni," kata Adian.
Menurut Adian, pada Bulan Maret hingga April saat Genose mulai dipergunakan, justru kasus Covid-19 di Indonesia cenderung melandai, tak ada peningkatan berarti. Maka dari itu, alasan Genose sebagai penyebab meningkatnya kasus Covid-19 tak berdasarkan data.
"Dengan demikian maka menurut saya penyebab meningkatnya Covid-19 bukan disebabkan oleh Genose, namun karena rendahnya kedisiplinan rakyat, lemahnya kontrol aparat serta kurang masifnya upaya pencegahan yang dilakukan negara, misalnya dengan melakukan pembagian masker serta vitamin gratis di masyarakat melalui kelurahan dan RT/RW setiap hari," kata dia.
Advertisement