Liputan6.com, Jakarta Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun menilai penerapan kebijakan PPKM Darurat Jawa-Bali kurang tepat. Seharusnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berupa penindakan tegas kepada para pelanggar protokol kesehatan.
"Kalau menurut asosiasi, enggak perlu PPKM Darurat, tapi petugas pemerintah harusnya mengawasi penerapan protokol kesehatan dengan tegas," kata Ikhsan saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (1/7/2021).
Ikhsan menuturkan, selama ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk sektor kesehatan hanya berupa imbauan dalam penerapan protokol kesehatan. Kebijakan pelonggaran di sektor ekonomi tidak diiringi dengan ketegasan pemerintah di sektor kesehatan.
Advertisement
"Kemarin ini sektor kesehatan ini hanya imbauan-imbauan saja ketika sektor ekonomi diperbolehkan untuk dibuka," kata dia.
Padahal kata Ikhsan, pemerintah memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup untuk mengawasi penerapan kebijakan protokol kesehatan. Di setiap kementerian atau lembaga ada pihak-pihak yang bisa mengawasi dan memberikan teguran saat terjadi kerumunan.
"Pemerintah kan punya Satpol PP, ada staf pasar untuk memberikan teguran kalau ada kerumunan. Nah kemarin-kemarin ini kan tidak," kata dia.
Pengawasan tersebut sebelumnya pernah dilakukan pemerintah tahun lalu dan terbukti efektif. Sayangnya, hal ini tidak berlangsung lama dan seiring berjalannya waktu hanya berupa imbauan tanpa ada ketegasan pada para pelanggarnya.
"Ini kan harusnya bukan imbauan saja tapi harus terus diawasi, enggak cukup dengan imbauan," kata dia.
Dia menambahkan selama ini para Satuan Tugas Covid-19 bekerja duduk dibalik meja dan memberikan kebijakan yang tidak bersifat aksi pencegahan nyata. Berbagai tempat kerumunan yang terlihat dengan mata sekalipun cenderung dibiarkan hingga akhirnya terjadi lonjakan kasus dengan ragam varian virus yang sudah masuk ke Indonesia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ada PPKM Darurat, Pemerintah Jangan Harap Ekonomi Tumbuh 7 Persen
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menilai pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III (Q3) 2021 akan menghadapi tantangan berat. Utamanya akibat adanya kebijakan PPKM darurat di Jawa dan Bali mulai 3 Juli 2021.
"Ini juga akan menurunkan lagi konsumsi rumah tangga, investasi juga akan berpengaruh, kinerja ekspor satu-satunya yang bisa diandalkan, yang bisa dimaksimalkan. Lainnya berarti menunggu efektivitas penurunan kasus positif Covid-19 dulu," kata Bhima kepada Liputan6.com, Kamis (1/7/2021).
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah tidak terlena dengan sinyal pertumbuhan ekonomi positif pada kuartal II 2021, yang diprediksi akan bergerak naik hingga kisaran 7 persen.
"Jadi pemerintah jangan terlalu over pede dengan pertumbuhan 7 persen. Karena itu adalah pertumbuhan yang semu. Cuman satu kuartal positif, selanjutnya bisa negatif," tegas Bhima.
Menurut dia, pemerintah seharusnya mengambil opsi kebijakan lockdown ketimbang PPKM darurat yang terkesan setengah-setengah.
"Upayanya adalah selama satu tahun penuh bagaimana menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif. Makanya saya usulkan berani pak Jokowi untuk lakukan lockdown. Jangan PPKM darurat dia tutupnya jam 5 sore, pengaruhnya kecil," ujar dia.
Bhima menyebutkan, opsi lockdown memang akan menghambat pertumbuhan ekonomi kuartal III, namun akan kembali positif pada kuartal berikutnya.
"Di kuartal ke III pertumbuhan sama sama negatif, tapi bedanya ada di kuartal IV dengan lockdown ekonomi paska pelonggaran akan tumbuh positif bahkan bisa 4 persen. Tanpa lakukan lockdown ketidakpastian bagi pengusaha justru tinggi," tandasnya.
Advertisement