Liputan6.com, Jakarta - Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 terus digenjot oleh pemerintah demi mendukung pemulihan ekonomi di Indonesia. Dana sebesar Rp699,43 triliun yang tersedia diutamakan untuk lima klaster yakni klaster kesehatan, klaster perlindungan sosial, dukungan UMKM dan koperasi, program prioritas, dan insentif usaha.
Pemerintah dalam berbagai kesempatan terus berupaya untuk memulihkan ekonomi di tengah situasi yang tidak pasti. Untuk itu, pemerintah juga akan terus mendorong penerimaan negara melalui pajak dan cukai.
Baca Juga
Untuk sektor cukai, penerimaan negara dari sektor cukai dengan kontribusi cukup besar saat ini adalah cukai hasil tembakau. Kebijakan cukai yang tepat akan juga memberikan andil kepada pengendalian konsumsi, di samping memberikan pemasukan bagi negara. Beberapa pihak menyarankan agar pemerintah melakukan reformasi fiskal. Salah satunya melalui penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau.
Advertisement
Chief Strategist of the Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Yurdhina Meilissa menyoroti bahwa pengendalian konsumsi rokok di Indonesia tidak akan tercapai tanpa penyederhanaan terhadap struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) saat ini.
“Jadi sebetulnya kita kehilangan cukup banyak revenue potential dengan struktur cukai yang ribet, dibanding jika kita melakukan simplifikasi tier cukainya,” ujarnya.
Dia mengatakan, struktur CHT di Indonesia yang berjumlah 10 lapisan dinilai sangat kompleks, dengan pengkategorian berdasarkan jenis rokok dan jumlah produksi pabriknya. Hal ini, ujarnya, telah dinilai oleh berbagai pihak membuat kebijakan CHT untuk mengendalikan konsumsi rokok menjadi tidak efektif.
“Paling bagus adalah kalau struktur tarif cukainya simpel,” ujarnya.
Selain itu Yurdhinna mengatakan bahwa pengendalian konsumsi rokok di Indonesia tidak akan tercapai tanpa penyederhanaan struktur tarif CHT. Selama sistem cukai tembakau masih berlapis dan kompleks, penurunan prevalensi perokok akan terus terhambat.
“Ketika kita menggunakan cukai yang berbeda untuk beragam jenis rokok, akan ada kemungkinan ketika harga rokok yang satu naik, maka masyarakat akan beralih ke rokok lain yang lebih murah, yang jenis rokoknya dikenai cukai lebih rendah,” kata Yurdhinna.
Fenomena ini akan terus terjadi karena golongan cukai yang berbeda-beda. “Dan itu menyebabkan sulit sekali kita mengendalikan konsumsi karena struktur tarif CHT saat ini terus menjaga level keterjangkauan harga rokok itu terus-terusan rendah,” katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menaikkan tarif cukai rokok. Kenaikan cukai rokok tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Kompleksitas Struktur Tarif Cukai
Yurdhinna mengatakan, selain itu kompleksitas struktur tarif CHT ini juga mempersulit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam melakukan pengawasan.
“Sangat merepotkan bagi Bea Cukai untuk melakukan administrasi cukai. Selain itu, hal ini membuat pabrik rokok dapat mengakali regulasi dan menghindari pembayaran cukai dengan tarif yang tinggi,” ujarnya.
Ada pula perusahaan yang mengatur produksinya sedemikian rupa. “Daripada dikenakan cukai rokok yang tinggi, mereka akan mengurangi jumlah produksinya. Atau daripada memproduksi merek yang dikenakan cukai cukup tinggi, mereka akan ganti produksi dan bikin merek baru yang dikenakan cukai lebih rendah,” katanya.
Sebenarnya, pemerintah sedang menggagas rencana penyederhanaan struktur tarif CHT. Kasubdit SDM dan Pembiayaan Kesehatan Bappenas Renova Siahaan mengatakan bahwa pemerintah tengah merancang pelaksanaan simplifikasi sesuai dengan arahan RPJMN 2020-2024. Dia mengatakan kebijakan ini membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak agar dapat berjalan dengan maksimal.
Advertisement