Sukses

Kecam Harga Ivermectin hingga Ratusan Ribu Rupiah, YLKI Tegaskan Obat Itu Ada HET

Fenomena mahalnya harga jual Ivermectin sebagai obat terapi pasien Covid-19 bukan hal wajar.

Liputan6.com, Jakarta Harga obat ivermectin yang melonjak hingga ratusan ribu rupiah menuai kecaman keras dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai fenomena mahalnya harga jual Ivermectin sebagai obat terapi pasien Covid-19 bukan hal wajar.

Itu karena obat telah memiliki harga patokan yang disebut harga eceran tertinggi (HET). Sesuai penuturan Menteri BUMN Erick Thohir, Ivermectin hanya dijual Rp 5.000 sampai Rp 10.000 per butir.

Kenyataannya, obat ini dijual dengan harga ratusan ribu rupiah. Bahkan, di e-commerce obat Ivermectin dengan merek Ivermax 12 mg 10 tablet dibanderol hingga Rp 600 ribu per setrip.

"Obat itu ada HET-nya. Tidak bisa dilanggar," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Jumat (2/7/2021).

Untuk itu, kata Tulus, YLKI mendesak gerak cepat pemerintah bersama stakeholders untuk menertibkan penjualan Ivermectin di pasaran yang dinilai tidak wajar.

Salah satunya, pemerintah harus melarang penjualan bebas Ivermectin secara online. "Harus dilarang penjualan via online," ucap dia.

Selain itu, pemerintah bersama stakeholders terkait lainnya juga diminta tegas menjatuhkan sanksi terhadap oknum-oknum nakal yang menaikkan harga jual Ivermectin di tengah peningkatan kasus Covid-19.

Bahkan, jika perlu sanksi keras hingga menutup izin usaha. "Kalau ada, kasih sanksi bagi apotek yang menjual (Ivermectin) di atas HET," dia menandaskan.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Ini

2 dari 2 halaman

Pakar: Beli Ivermectin di Apotek, Jangan Online

Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati, mengaku prihatin soal harga obat Ivermectin dijual mahal di platform online e-commerce. Menurut dia, risiko pembelian via online adalah belum dipastikan keasliannya.

“Ya tentu saja prihatin ya terhadap adanya orang-orang yang mengambil keuntungan di atas kepanikan orang lain. Sementara secara ilmiah, efikasinya masih belum bisa dipastikan,” kata Zullies kepada Liputan6.com, Kamis (1/7/2021).

Dalam kondisi melonjaknya kasus Covid-19 saat ini, justru masyarakat yang panik itu lebih sulit diedukasi. Apalagi jika media sosial dan media membombardir dengan berita-berita yang mendorong penggunaan Ivermectin.

Dia menegaskan kembali agar masyarakat tidak asal membeli obat Ivermectin secara online. Bisa saja obat tersebut palsu dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan di tengah pandemi.

“Saya tidak tahu obat Ivermectin yang dijual online itu dari mana. Dan risiko pembelian online itu adalah mendapatkan obat yang palsu. Kondisi panik seperti ini sangat memungkinkan bagi para "penjahat" untuk melakukan hal tersebut,” ujarnya.

Di sisi lain, dia tidak mengklaim bahwa obat Ivermectin yang dijual secara online itu palsu. Namun, dia menyarankan agar masyarakat membeli di tempat resmi seperti apotek dan tentunya harus menggunakan resep dokter.

“Kalau mau membeli Ivermectin sebaiknya di tempat resmi seperti apotek dan menggunakan resep dokter. Tidak menuduh ya, tetapi itu adalah risiko pembelian via online. Seperti membeli kucing dalam karung. Banyak kasus pembelian obat via online yang ternyata palsu,” pungkasnya.