Sukses

PPKM Darurat, Pengusaha Hotel dan Restoran Tagih Kompensasi dari Pemerintah

Pengusaha hotel dan restoran berharap pemerintah memberikan kompensasi dari pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, berharap pemerintah memberikan kompensasi dari pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat.

Pasalnya, PPKM Darurat ini sudah pasti semakin menekan sektor usaha karena tidak ada aktivitas sama sekali terutama di sektor hotel dan restoran.

"Jadi tentu kompensasi itu sangat penting mengingat kita ada sejumlah hal penting yang biasanya harus kita lakukan setiap bulan. Misalnya terkait pajak daerahnya, belum terkait kewajiban terhadap perbankan, belum kewajiban bayar listrik. Listrik itu kalau ditunda benar-benar dimatikan," jelas Maulana saat dihubungi Liputan6.com pada Minggu (4/7/2021).

Oleh sebab itu, Maulana berharap dengan berlakunya PPKM darurat, pemerintah memberikan kompensasi dalam bentuk relaksasi kepada para pengusaha, seperti keringanan pajak, listrik, dan kewajiban kepada pihak perbankan. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat meringankan beban pelaku usaha untuk membantu para tenaga kerja.

Maulana mengatakan, pelaku usaha saat ini sudah sangat tertekan dengan dampak pandemi Covid-19. Bahkan, sudah lebih dari 1,5 tahun masih terus berupaya untuk bertahan.

"Jadi terkait pajak daerah, supaya ada kompensasi jangan semuanya ditanggung oleh pelaku usaha karena mereka juga rumit. Jangan semuanya serba disanksikan, serba disegel saja, kan di dalam keadaan darurat diputuskan oleh pemerintah, jadi jangan hanya dibebankan kepada pengusaha saja," ungkap Maulana.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

PPKM Darurat, Simak Rincian Jam Operasional Supermarket hingga Hotel

PPKM darurat akan resmi berlaku. Mulai tanggal 3 Juli hingga 20 Juli, masyarakat Jawa dan Bali diharuskan melakukan pengetatan aktivitas untuk menekan laju penyebaran Covid-19.

Operasional industri juga turut terdampak pemberlakuan aturan ini. Mengutip dokumen "Panduan Implementasi Pengetatan Aktivitas Masyarakat pada PPKM Darurat di Provinsi Jawa dan Bali" yang diterima Liputan6.com dari Kemenko Marves, Kamis (1/7/2021), operasional perusahaan ditentukan berdasarkan urgensi sektor masing-masing.

Pada poin III nomor 1, sektor non esensial diberlakukan work from home (WFH) 100 persen. Kegiatan belajar mengajar juga dilakukan daring atau online (nomor 2).

"Untuk sektor esensial diberlakukan 50 persen maksimum staf work from office (WFO) dengan protokol kesehatan dan untuk sektor kritikal diperbolehkan maksimum 100 persen staf WFO dengan protokol kesehatan," demikian tertulis dalam penjelasan nomor 3.

Secara rinci, sektor essential adalah keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor (poin a).

Sementara itu, cakupan sektor kritikal dalam PPKM darurat adalah energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari (poin b).

3 dari 3 halaman

Pasar Tradisional

Lalu untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50 persen (lima puluh persen). Dan untuk apotik dan toko obat bisa buka full selama 24 jam.

Sementara, pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup sementara. Resepsi pernikahan boleh diadakan dengan tamu undangan maksimal 30 orang dan menerapkan protokol kesehatan ketat (nomor 11). Penyediaan makanan hanya dibolehkan dalam tempat tertutup dan untuk dibawa pulang.Â