Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan mengklaim program Tax Amnesty yang dijalankan pada 2016-2017 sebagai yang paling sukses dibandingkan yang telah dilakukan negara-negara lain di dunia. Selain total deklarasi harta yang mencapai Rp4.884 triliun atau mencapai 39,3 persen PDB, uang tebusan dari program tersebut juga sangat besar.
Tax amnesty juga telah mendorong tingkat kepatuhan pajak yang tinggi di masyarakat. Melihat kesuksesan tersebut, Sri Mulyani kembali mengusulkan tax amnesty jilid kedua. Usuan tentang tax amnesty ini memang menjadi bagian dari tugas dan wewenangnya sebagai Menkeu.
Baca Juga
Tax Amnesty adalah bagian dari reformasi perpajakan yang dilakukan oleh pemerintah. Kondisi keuangan negara yang membutuhkan pemasukan dana memerlukan adanya terobosan pajak seperti memberlakukan tax Amnesty.
Advertisement
Apalagi program yang sama yang sudah dilakukan tahun 2016 dan 2017 terbukti telah memberikan kontribusi besar kepada pemerintah lewat pelaporan pajak yang ada.
Melihat kesuksesan itu maka sangat wajar jika Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali akan memberlakukannya. Perlu diingat jika, Sistem perpajakan di Indonesia dinilai belum mampu mendukung sustainabilitas pembangunan dalam jangka menengah dan panjang. Hal ini dapat dilihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir.
Belanja negara terus meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Namun penerimaan perpajakan belum optimal untuk mendukung pendanaan negara tersebut.
“Tax ratio di Indonesia saat ini masih rendah. Bahkan beberapa tahun terakhir hanya berada di kisaran 10 persen ke bawah. Ini menyebabkan defisit anggaran meningkat. Terlebih dalam masa pandemi Covid-19, yang masih membutuhkan dana lebih untuk menangani masalah kesehatan dan program pemulihan ekonomi. Kita membutuhkan terobosan peningkatan pendapatan untuk menekan pertambahan utang dengan cara yang tidak memberatkan,” kata Anggota Komisi XI DPR RI M. Sarmuji dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/7/2021).
Ini juga perlu guna memenuhi ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2020 agar defisit APBN harus dikembalikan pada level di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Tax Amnesty yang kembali diajukan pemerintah, lewat Menteri Keuangan, menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan pajak negara.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Akan Dibahas Komisi XI DPR
Tak Amnesty seperti usulan Menkeu ini akan dibahas pemerintah bersama Komisi XI DPR RI dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Selain itu, revisi UU KUP ini akan membahas sejumlah tarif pajak seperti Pajak. Revisi UU ini juga akan mengatur tentang PPN, Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM).
“Kita memahami usulan pemerintah melalui RUU KUP adalah meletakkan fondasi sistem perpajakan yang lebih sehat, lebih adil, dan berkesinambungan dengan beberapa pilar, yakni penguatan administrasi perpajakan, program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (WP), upaya perluasan basis pajak, dan menjadikan perpajakan sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan di masyarakat. Kita membutuhkan peningkatan basis pajak tanpa memberatkan kalangan masyarakat kecil,” tegas Sarmuji.
Komisi XI DPR juga mengapresiasi program pengampunan pajak (tax amnesty) yang diselenggarakan pemerintah tahun 2016 karena sukses dengan jumlah deklarasi harta mencapai Rp 4.884,26 triliun. Sarmuji menyambut baik jika, tax amnesty akan terus mendorong kepatuhan wajib pajak yang mengikuti program.
Apalagi setelah adanya tax amnesty, terjadi peningkatan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan, dengan rasio kepatuhan WP peserta tax amnesty lebih tinggi dibandingkan rasio kepatuhan nasional. Penyampaian SPT Tahunan oleh peserta tax amnesty mencapai 91 persen, sementara kepatuhan nasional di rentang 62 persen hingga 75 persen.
PPh Tahunan OP peserta tax amnesty juga melonjak signifikan dari 23,3 persen pada tahun 2016 menjadi 132,5 persen di tahun 2017. Kemudian melonjak lagi sebesar 35,4 persen pada tahun 2018.
Sebelumnya, Menteri Keuangan juga menyatakan bahwa reformasi perpajakan mendesak untuk segera dilakukan agar terciptanya sistem pajak yang adil, sehat dan efisien. Melalui reformasi perpajakan yang tertuang dalam RUU KUP, pemerintah berharap penerimaan perpajakan dapat meningkat guna mendukung program pembangunan nasional.
Advertisement