Liputan6.com, Jakarta Para calon haji diminta tak khawatir dengan dana haji yang kini dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini dipastikan BPKH seluruh pengelolaannya berjalan dengan aman dan sesuai amanah.
Aman ini karena investasinya ditanam di instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang dijamin oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak di instrumen yang penuh risiko seperti di pasar saham, ataupun investasi yang tidak jelas seperti saham-saham gorengan.
Baca Juga
Chairman Infobank Institute Eko B. Supriyanto bahkan berpendapat, mencegah bahaya itu lebih baik daripada mengejar manfaat. Itulah pilihan investasi yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Instrumen pilihannya adalah aman, dan memberi hasil yang optimal.
Advertisement
“Tidak mengejar imbal hasil yang penuh risiko, tapi memberi imbal hasil yang memberi keamanan. Semua ini untuk peningkatan pelayanan calon jemaah haji Indonesia,” kata Eko, Senin (5/7/2021).
Dipaparkan Eko, menurut pengalaman, jika suku bunga rendah dan tidak bergejolak, seperti tiga tahun terakhir ini, maka pilihan investasi di SBN akan lebih menguntungkan. Bahkan, dalam kurun waktu 2014-2020 rata-rata total return mencapai 10,5 persen. Jika dibandingkan dengan rata-rata return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya 6,8 persen, maka penempatan dana publik termasuk dana haji ini tepat.
Menurut laporan keuangan BPKH, per Desember 2020, dana haji yang dikelola BPKH mencapai Rp144,91 triliun, atau meningkat 16,56 persen dibandingkan dengan 2019 yang tercatat Rp124,32 triliun. Nah, jika dikaitkan dengan target pada 2020, capaian target dana haji adalah 103,83 persen.
Jika dibedah, alokasi dana haji terkonsentrasi di BPS-BPIH sebesar Rp45,33 triliun (31,3 persen) dan Rp99,58 triliun (67,7 persen). Investasi terdistribusi dalam instrumen surat berharga (sukuk syariah) Rp98,47 triliun, investasi lainnya dalam negeri Rp1,03 triliun, dan investasi luar negeri Rp74 miliar. Menurut laporan keuangan, tidak terdapat investasi langsung di infrastruktur.
Alhasil, aset total meningkat 16 persen menjadi Rp145,77 triliun dari periode 2019 yang sebesar Rp125,26 triliun. Peningkatan aset ini dipengaruhi oleh peningkatan investasi jangka panjang. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh aturan (PP Nomor 5 Tahun 2018), selain juga kesempatan meraih imbal hasil dana haji yang lebih tinggi, maka pilihan pada investasi jangka panjang.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Aman dan Likuid
Eko melanjutkan, posisi penempatan dana menurun 16,51 persen menjadi Rp45,33 triliun di 2020 dari Rp54,29 triliun.
“Posisi penempatan dana memang seharusnya menurun. Itu disebabkan oleh adanya amanat PP Nomor 5 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa komposisi antara penempatan dan investasi setelah tiga tahun BPKH berdiri adalah 30 persen : 70 persen. Jadi, harus lebih besar ke investasi – agar memberi nilai manfaat lebih tinggi untuk kesejahteraan calon jemaah haji,” paparnya.
Nilai investasinya BPKH terus berkembang dari tahun ke tahun. Tahun 2020 lalu, investasi BPKH menyentuh angka Rp99,58 triliun. Atau, naik tajam sebesar 42,21 persen dibandingkan dengan posisi 2019 yang sebesar Rp70,02 triliun. Komposisi investasi dari tenor jatuh tempo, tercatat Rp90 triliun jangka panjang dan Rp8,8 triliun jangka pendek.
Strategi itu tentu sudah diperhitungkan, terutama mengenai kebutuhan likuiditas yang meski dominan dalam jangka panjang, kemampuan likuiditasnya memadai. Itu bisa dilihat dari kas, penempatan di bank-bank syariah yang sewaktu-waktu bisa dicairkan. Jadi, pengelolaan dana haji ini tidak hanya aman, tapi juga likuid.
Kata Eko, lebih membanggakan, nilai manfaat dari investasi dan penempatan juga mendaki. Tahun 2020 lalu total nilai manfaat yang diperoleh mencapai Rp7,43 triliun. Itu terdiri atas nilai manfaat penempatan Rp2,08 triliun (27,99 persen) dan nilai manfaat dari investasi Rp5,23 triliun (71,01 persen). Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, total nilai manfaat ini terjadi kenaikan Rp67 miliar.
Menurut pandangan analis, peningkatan nilai manfaat ini adalah sebuah prestasi dalam kondisi krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Lihat saja, dibandingkan dengan target 2020, maka kinerja realisasi mencapai 103,9 persen.
“Itu artinya pula, pilihan investasi dan penempatan selain mendapat nilai manfaat yang optimal, sekaligus merupakan pilihan strategi yang tepat di tengah pandemi COVID-19,” ucap Eko.
Di lain sisi – pengelolaan biaya, seperti beban penyelenggaraan, beban operasional BPKH, tampak lebih efisien. Ada penurunan beban penyelenggaraan ibadah haji karena pada 2020 pemerintah Indonesia tidak memberangkatkan haji akibat pandemi COVID-19. Sejalan dengan itu – meski ada peningkatan beban operasional, seperti beban pegawai, beban penyusutan aset tetap, dan beban amortisasi aset tak berwujud, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan nilai manfaat secara keseluruhan.
Advertisement