Sukses

Kondisi Keuangan BUMN Karya Memprihatinkan, Utang Waskita Rp 50 Triliun

Salah satu BUMN Karya yang mengalami kesulitan keuangan antara lain Perumnas.

Liputan6.com, Jakarta - kondisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya sangat memprihatinkan. Tekanan terhadap keuangan BUMN tersebut semakin besar di tengah pandemi Covid-19.

"Kondisi karya kita ini memang sekarang ini cukup memprihatinkan," kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, di rapat kerja bersama DPR, Jakarta, Kamis (8/7/2021).

Ada dua penyebab tekanan keuangan di BUMN Karya. Pertama, karena pandemi Covid-19 yang kemudian membuat penjualan menurun sangat drastis. "Kedua karena penugasan berat, karena selama ini tidak didukung dengan PMN yang memadai," katanya.

BUMN Karya yang mengalami kesulitan keuangan antara lain Perumnas. BUMN khusus perumahan ini mengalami penurunan pendapatan yang sangat signifikan karena penjualan rumah MBR melambat sekali.

BUMN Karya lain yang mengalami tekanan adalah Waskita Karya. "Waskita banyak menyelesaikan proyek jalan tol yang tidak dikerjakan lagi oleh swasta, yang tidak berkelanjutan diselesaikan. 3 tahun terkahir mereka menyelesaikan proyek ini. Menyebabkan secara total utang mereka meningkat tajam Rp 50 triliun," jelasnya.

Kemudian ada juga Hutama Karya dalam pengerjaan proyek tol Trans Sumatera. Ada keterlambatan PMN 2 tahun sehingga utang meningkat tajam. Demikian pula, Wika karena Kereta Cepat Jakarta-Bandung membutuhkan modal besar.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Utang BUMN Karya Menggunung, Ini Sebabnya

Sebelumya, kinerja keuangan BUMN kelompok infrastruktur menjadi sorotan, termasuk oleh Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan hingga mantan Sekretaris Menteri BUMN, Muhammad Said Didu. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bahkan menyebut utang BUMN Karya sudah dalam batas kewaspadaan.

Said Didu mengatakan, menggunungnya utang BUMN Karya disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, diawali dengan diubahnya BUMN konstruksi dari perusahan jasa konstruksi menjadi perusahaan investasi dan jasa konstruksi.

Sebagai BUMN Karya, perusahan-perusahaan tersebut tidak memiliki keahlian untuk mengelola properti.

"Sehingga tidak heran banyak sekali pembangunan apartemen, jalan tol, bandara, itu perusahaan jasa konstruksi ini semua menjadi pemilik saham," kata Said Didu dalam diskusi Narasi Institute bertajuk "Mencari Jalan Keluar Menggunungnya Utang BUMN Karya" pada Jumat (9/4/2021).

Kemudian, BUMN Karya juga dibebani dengan pembangunan infrastruktur yang sebenarnya tidak layak secara ekonomi. Padahal jika sudah mengetahui kondisi tersebut, katanya, direksi BUMN seharusnya memakai UU BUMN Pasal 66 sehingga pemerintah wajib menambahkan dan membantu menutup kerugian.

Pemerintah pada 2016 - 2017 telah memberikan bantuan dengan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk proyek yang tidak layak. Namun setelah itu tidak diberikan lagi. Akibatnya, BUMN konstruksi untuk melanjutkan proyek yg ditugaskan pemerintah yang tidak layak secara ekonomi harus mencari hutang.

"Kemudian mereka cari utang. Kalau cari utang, net margin jasa konstruksi 4 persen, maka jika mengambil utang yang bunganya 11 sampai 12 persen dipastikan akan rugi karena net marginnya rendah sekali," ungkapnya.

Menurut Said Didu, BUMN Karya mengejar keuntungan dari dua sisi yaitu pelaksana konstruksi dan pengelolaan infrastruktur.

"Jadi mereka sebenarnya mengejar dua keuntungan. Pertama di pelaksana konstruksinya, kemudian keuntungan di pengelolaan di infrastruktur yang dibangun," ungkapnya.