Sukses

Waduh, 90 Persen Pengusaha Logistik Sengaja Gunakan Truk ODOL?

Pemerintah diwanti-wanti agar tidak lalai mengawasi pergerakan truk over dimension over load (ODOL) di masa PPK darurat.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mewanti-wanti pemerintah agar tidak lalai mengawasi pergerakan truk over dimension over load (ODOL) di masa PPK darurat.

Memang, selama PPKM Darurat, angkutan logistik harus mendapat prioritas. Namun bukan berarti mentolerir muatan lebih dan menggunakan kendaraan berdimensi lebih.

"Bukan berarti di masa PPKM Darurat lantas kendaraan truk ODOL semena-mena bersliweran di jalan raya dengan alasan angkut logistik, sehingga pelanggaran muatan dan berdimensi lebih dapat ditolerir," ujar Djoko kepada Liputan6.com, Senin (12/7/2021).

Lanjut Djoko, pelanggar muatan dan dimensi berlebih di jalan berdampak terhadap rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan serta fasilitas pelabuhan penyeberangan.

Imbasnya, kinerja keselamatan dan kelancaran  lalu lintas menurun, biaya operasi kendaraan meningkat dan pada akhirnya akan berdampak terhadap kelancaran distribusi logistik nasional.

Menurut Djoko, di Indonesia, sekitar 90 persen lebih pemilik barang bekerja sama dengan pengusaha pengangkut barang yang memiliki armada berdimensi lebih.

"Sudah barang tentu semua armada truk yang berdimensi lebih tidak memiliki tidak memiliki surat resmi uji berkala (kir) resmi. Pengusaha pemilik barang dan pengusaha pemilik kendaraan barang sudah ada unsur kesengajaan melakukan pelanggaran muatan lebih menggunakan kendaraan yang berdimensi lebih," katanya.

Oleh karenanya, Djoko menekankan agar aparat penegak hukum melakukan penindakan kendaraan bermuatan lebih dengan berdimensi lebih berseliweran di jalan.

"Sekarang masyarakat menanti penegakan hukumnya," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Bahayakan Ratusan Jiwa, Truk ODOL Harus Segera Ditertibkan

Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengingatkan agar pemerintah segera menertibkan keberadaan truk over dimension over load (ODOL).

Di sejumlah daerah, dampak praktik truk ODOL dari sejumlah armada seperti dari Pelabuhan Tanjung Intan kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas di jalan layang (fly over) Kretek di Bumiayu.

"Sejak fly over Kretek difungsikan 2017 telah menelan korban 35 orang meninggal dunia dan sekitar 200-an orang mengalami luka berat atau cacat permanen," ujar Djoko dalam tulisannya, Rabu (23/6/2021).

Lanjutnya, Fly over (FO) Kretek sepanjang 830 meter dibangun dalam rangka menghilangkan perlintasan sebidang dengan jalan rel. Dalam waktu bersamaan dibangun 3 fly over yang lain, yakni FO Dermoleng (650 meter), FO Klonengan (1.011 meter), dan FO Kesambi (470 meter) . Pengemudi truk tidak mengenal karakter fly over Kretek dalam mengendarai kendaraan sehingga rawan terjadi kecelakaan.

Adapun jenis komoditi yang melintas di fly over Kretek selain komoditi yang berasal dari Kawasan Pelabuhan Tanjung Intan, masih ditambah barang bekas, pasir putih, dan kayu dari daerah lain di luar Kab. Cilacap.

Saat ini, kata Djoko, sudah terbangun 2 jalur penyelamat yang berjarak 200 meter dari batas akhir fly over Kretek dan 500 meter setelah jalur penyelamatan pertama mendekati jalan lingkar (ringroad) Bumiayu (Kab. Brebes). Namun hal ini belum menjamin daerah ini akan bebas dari kecelakaan lalu lintas. Bahaya akan kecelakaan lalu lintas akan selalu mengincar selama truk ODOL masih beroperasi.

"Audit keselamatan fly over Kretek sudah dilakukan dan hasilnya belum diketahui umum. Aliansi Save Fly Over Kretek bikinan masyarakat Bumiayu sangat berharap tidak akan terjadi lagi kecelakaan lalu lintas di sekitar fly over Kretek," katanya.

Di lingkungan Kemenhub, Ditjen Perkeretaapian (beralih menggunakan moda KA) dan Ditjenhubla (disediakan fasilitas penimbangan kendaraan di setiap pelabuhan) dapat mendukung Ditjenhubdat. Djoko berharap, pemerintah dapat memulai aksi pemberantasan pungli dan penertiban truk ODOL di Pelabuhan Tanjung Intan.

"Selanjutnya dapat dilakukan hal yang serupa di seluruh pelabuhan lainnya di Indonesia," tandasnya. 

3 dari 3 halaman

Pelaku Usaha Tetap Minta Zero ODOL Ditunda Sampai 2025

Sebelumnya, para pelaku usaha mendukung langkah pemerintah agar Indonesia bebas Over Dimension and Over Load (ODOL). Namun, mereka meminta pemerintah menunda tenggat waktu implementasi tersebut dari rencana saat ini mulai 1 Januari 2023 menjadi 2025.

"Kami mohon relaksasi atau injury time dua tahun penerapan Zero ODOL, yang semula 2023 ke 2025. Hal ini mengingat dan memanfaatkan kondisi momentum pemulihan yang mulai positif di dalam negeri sementara pandemi global belum memperlihatkan perkiraan berakhirnya," kata Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan, dalam diskusi Warta Ekonomi pada Kamis (10/6/2021).

Yustinus mengatakan penerapan Zero ODOL di industri kaca, akan menaikan biaya logistik sebesar 23 persen. Dari pengalaman satu tahun terakhir ini, pemulihan bisnis membutuhkan waktu dua tahun.

Satu tahun untuk pemulihan operasional, pasar dan cash flow. Kemudian satu tahun lagi untuk pemulihan pemeliharaan yang tertunda dan rencana investasi. Sehingga, implementasi Zero ODOL pada 2023 dinilai memberatkan indsutri.

Kendati demikian, industri manufaktur khususnya kaca lembaran, sudah mulai melakukan persiapan menuju Zero ODOL. Hal ini termasuk tidak memakai truk berusia lebih dari 15 tahun, tapi modifikasi dan peremajaan atau investasi armada tertunda karena kontraksi bisnis.

Yustinus pun berharap agar ada solusi baru mengenai waktu implementasi Zero ODOL ini.

"Kami ingin ada peningkatan sinergi dengan koordinasi antar kementerian dan lembaga serta pelaku usaha agar solusi win-win seluruh pemangku kepentingan dapat terlaksana dnegan cepat dan tepat waktu, serta tepat biaya," tuturnya.