Sukses

China Longgarkan Kebijakan Moneter, Rupiah Ditutup Menguat ke 14.493 per Dolar AS

Rupiah ditutup menguat 35 poin atau 0,24 persen ke posisi 14.493 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.528 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan ini ditutup menguat. Penguatan rupiah ini ditopang pelonggaran moneter bank sentral China.

Rupiah ditutup menguat 35 poin atau 0,24 persen ke posisi 14.493 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.528 per dolar AS.

"Penguatan rupiah mungkin ditopang oleh sentimen positif pasar terhadap kebijakan pelonggaran moneter bank sentral China yang akan memangkas GWM sebesar 50 basis poin yang akan berlaku tanggal 15 Juli," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra, dikutip dari Antara, Senin (12/7/2021).

Menurut Ariston, pemangkasan Giro Wajib Minimum (GWM) oleh People's Bank of China atau PBoC tersebut akan menambah likuiditas di pasar keuangan.

Dari domestik, pada Minggu kemarin, jumlah kasus baru Covid-19 di Tanah Air mencapai 36.197 kasus sehingga total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 menjadi 2.527.203 kasus.

Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya saat ini berada di level 92,216, naik dibandingkan posisi penutupan sebelumnya yaitu di posisi 92,130.

Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun saat ini berada di level 1,333 persen, turun dibandingkan posisi penutupan sebelumnya 1,356 persen.

Rupiah pada pagi hari dibuka menguat ke posisi 14.483 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran 14.480 per dolar AS hingga 14.498 per dolar AS.

Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin menguat ke posisi 14.486 per dolar AS dibandingkan posisi pada perdagangan sebelumnya 14.548 per dolar AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

BI Akui Nilai Tukar Rupiah Masih Undervalued, Ini Prediksi Besaran di 2021

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengakui bahwa nilai tukar rupiah masih undervalued terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Namun tetap ada berbagai pontensi untuk menguatkan rupiah.

"Apakah nilai tukar kita masih undervalued secara fundamental? iya karena inflasi kita rendah, defisit transaksi berjalan rendah, dan juga ekonomi kita yang membaik," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (2/6/2021).

Kendati demikian, ada potensi-potensi nilai tukar menguat. Namun juga ada ketidakpastian dan risiko tekanan nilai tukar dari sisi global, termasuk kenaikan US treasury yield.

"Kami akan terus melakukan stabilitas nilai tukar rupiah, dan ini juga didukung oleh cadangan defisa kami yang akhir bulan lalu adalah USD 138,8 miliar," tutur Perry.

Secara keseluruhan, BI memproyeksikan nilai tukar rupiah pada tahun ini berada di level Rp 14.200 - Rp 14.600. Kemudian diprediksi akan terus menguat pada tahun depan.

"Untuk nilai tukar di 2022, kami prediksi dikisaran Rp 14.100 sampai dengan Rp 14.500. Masih menguat dari 2021 karena ketidapastian global itu penguatannya memang tidak seperti mengarah betul kepada fundamental," ungkap Perry.

Â