Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pengusaha mengeluhkan bantuan yang diberikan pemerintah. Hal ini lantaran dalam pelaksanaannya di lapangan tidak sesuai harapan.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai bantuan dari pemerintah untuk pengusaha pusat perbelanjaan maupun korporasi kerap terlambat. Akibatnya efektivitas kebijakan yang dikeluarkan tidak efektif bahkan cenderung sia-sia.
Baca Juga
"Pemerintah beberapa kali ada kebijakan buat pengusaha tapi cenderung terlambat bagi kami, jadinya enggak efektif," kata Alphonzus dalam diskusi bersama media, Jakarta, Kamis (22/7/2021).
Advertisement
Alphon mencontohkan kebijakan pengurangan tagihan listrik tahun lalu. Kebijakan subsidi listrik tersebut dikeluarkan sekitar bulan Oktober dan November. Padahal tahun lalu mal sempat tutup selama 3 bulan sejak diterapkannya kebijakan PSBB.
"Kalau di DKI pusat perbelanjaan tutup 3 bulan, seinget saya kebijakan dari PLN itu bulan Oktober dan November. Ini kan jadi tidak bermanfaat karena ketentuannya untuk mal yang tutup. Saat ada kebijakan itu, mall sudah buka lagi dan pemakaian listrik normal kembali," tuturnya.
Apalagi kata pengusaha itu, kebijakan yang dikeluarkan PLN itu hanya untuk pelanggan sampai tarif B2. Sedangkan mall menggunakan tarif golongan B3. "Jadi ini enggak ada manfaatnya. Padahal pandemi ini luar biasa tapi biaya yang dibayarkan ya tarif biasa," ungkapnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan aturan penutupan mal, restoran, dan objek wisata di zona merah DKI Jakarta dari 12-16 Mei 2021. Peraturan ini dilakukan demi mengurangi lonjakan kasus Covid-19 saat libur Lebaran.
Pembebasan PPN
Begitu juga dengan kebijakan pembebasan PPN sewa tempat. Kebijakan ini juga tidak ada artinya karena berlaku ketika PPKM Darurat diberlakukan. Sehingga tetap saja pengusaha tidak bisa mendapatkan manfaat dari program pemerintah.
Alphon mengatakan seharusnya pemerintah memberikan kebijakan yang bersifat tetap. Misalnya dengan insentif pajak tahunan, reklame dan sebagainya. Agar manfaatnya lebih terasa bagi para pengusaha.
"Yang dibutuhkan ini subsidi biaya retribusi yang sifatnya tetap, misalnya pajak bangunan, reklame dan sebagainya," kata dia.
Hal ini menunjukkan kebijakan yang dirancang tidak ada artinya. Sebab pembahasan di pemerintah terlalu memakan waktu lama yang akhirnya malah tidak bisa dimanfaatkan.
"Seringnya digodok pemerintah berbulan-bulan tapi setelah digulirkan malah udah enggak ada artinya," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement