Sukses

Temuan BPK: Pengelolaan Izin di KKP Tak Maksimal, Negara Kehilangan PNBP Rp 1 Triliun

BPK menemukan masalah dalam tata Kelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan masalah dalam tata Kelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam laporan audit 31 Desember 2021, masalah yang ditemukan tepatnya soal perizinan.

“Permasalahan antara lain terkait pengelolaan PNBP Perizinan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI), Ruang Laut (RL), dan Pulau-Pulau Kecil (PPK),” dalam keterangan tertulis BPK, dikutip dari Belasting.id, Jumat (9/9/2022).

Adapun temuan masalah itu terdiri dari, pertama, KKP belum mengintensifkan perolehan PNBP Perizinan Pemanfaatan RL untuk pemasangan pipa dan kabel bawah laut.

Kedua, KKP belum mendata seluruh objek PNBP Perizinan terkait pemanfaatan pulau-pulau kecil (PPK) dan perairan di sekitarnya.

Ketiga, penetapan harga patokan ikan (HPI) tidak dilakukan secara periodik. Penetapan HPI dan produktivitas kapal pada 2021 juga belum dilengkapi kajian teknis berbasis regulatory impact analysis.

Keempat, sistem informasi yang dibangun KKP belum dapat mendukung identifikasi seluruh objek PNBP SDA perikanan tangkap. Database kapal perikanan KKP juga belum disinkronisasi dengan database kapal di Kementerian Perhubungan.

Menurut pemeriksaan BPK, permasalahan tersebut mengakibatkan negara kehilangan kesempatan memperoleh PNBP sejumlah Rp 1,08 triliun.

Selain itu, KKP belum mendata seluruh objek PNBP perizinan terkait pemanfaatan PPK dalam rangka intensifikasi perolehan PNBP. BPK menyebutkan ada 100 pelaku usaha yang belum memiliki izin pemanfaatan PPK.

“Hal ini mengakibatkan perkiraan potensi PNBP izin pemanfaatan PPK belum dipungut sebesar Rp 17,65 miliar,” tulis BPK.

2 dari 3 halaman

KKP Dapat Opini WTP dari BPK untuk Laporan Keuangan 2021

Laporan keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk tahun anggaran 2021 mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil ini cukup menggembirakan karena pada tahun sebelumnya KKP belum mendapat opini WTP.

Anggota IV BPK Haerul Saleh menjelaskan, pada laporan keuangan di 2020, KKP mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP). Sedangkan pada 2021, opini yang didapat WTP sehingga menandakan adanya perbaikan pengelolaan keuangan di KKP.

"Opini WTP merupakan pencapaian luar biasa yang telah dilakukan oleh seluruh jajaran di KKP," katanya dikutip dari Belasting.id, Kamis (4/8/2022).

Haerul mengungkapkan, opini WTP bukan akhir dari upaya KKP dalam mengelola anggaran secara akuntabel dan berdasarkan aturan perundang-undangan. Menurutnya, masih banyak aspek yang perlu ditingkatkan dalam pengelolaan anggaran di KKP.

Salah satunya adalah masih adanya temuan berulang pada beberapa permasalahan. Hasil audit dengan temuan masalah yang berulang perlu menjadi perhatian untuk segera ditindaklanjuti.

 

3 dari 3 halaman

Temuan Masalah

Deretan temuan masalah yang berulang antara lain penyelesaian konstruksi dalam pengerjaan keramba jaring apung offshore. Kemudian temuan masalah pada pengelolaan dana bergulir pada Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUPK).

"BPK telah memberikan rekomendasi kepada KKP untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, namun sebagian belum selesai ditindaklanjuti, sehingga terus menjadi temuan yang berulang pada pemeriksaan LK KKP tahun 2021," ujarnya.

Selain itu, BPK mengapresiasi upaya KKP dalam melakukan tindak lanjut atas hasil rekomendasi yang diberikan oleh BPK. Sampai dengan semester II 2021 sudah ada 1.391 rekomendasi yang diberikan BPK kepada KKP.

Kementerian rampung melakukan tindak lanjut sesuai rekomendasi sebanyak 1.151 atau setara 82,89 persen dari total rekomendasi. Sedangkan 195 atau 14,02 persen rekomendasi masih dalam proses tindak lanjut, dan 43 atau 3,09 persen rekomendasi belum ditindaklanjuti.