Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi mengintegrasikan NPWP dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada di Kartu Tanda Penduduk. Integrasi NPWP ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022.
NPWP adalah singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak. NPWP adalah identitas Wajib Pajak (WP) yang wajib dimiliki warga Negara berpenghasilan di atas rata-rata orang kebanyakan. Sedangkan Wajib Pajak adalah seorang warga Negara dengan kewajiban pajak.
Baca Juga
Lalu apa guna dari NPWP itu?
Advertisement
Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Batam Utara Andhika Saputra menyampaikan, dengan memiliki NPWP, wajib pajak mendapatkan akses luas ke lembaga jasa keuangan. Hal tersebut menjadi hak yang didapatkan oleh penduduk yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak.
Dia menerangkan dengan memiliki NPWP, wajib pajak dapat membuat rekening bank, rekening dana nasabah, rekening efek, maupun pengajuan kredit bank. Kemudian bisa melakukan pembelian produk investasi yang menempatkan persyaratan memiliki NPWP.
"Selain itu NPWP juga digunakan untuk pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)," katanya dikutip dari Belasting.id, Senin (12/12/2022).
Andhika menuturkan tata cara mendapatkan NPWP juga sudah dibuat sederhana dengan bantuan teknologi. Pendaftaran dapat dilakukan secara online melalui website ereg.pajak.go.id .
Bagi wajib pajak orang pribadi makin dimudahkan dalam pembuatan NPWP dengan kebijakan penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai NPWP. Sementara itu, untuk badan usaha hanya perlu melampirkan NPWP direktur.
Permohonan pendaftaran akan divalidasi oleh petugas pajak, setelah menunggu sinkronisasi data selesai, NPWP elektronik akan langsung masuk ke email wajib pajak.
"Jika wajib pajak ingin mencetak kartu NPWP maka dapat mengambil kartunya ke KPP ataupun mengajukan agar kartu NPWP dikirim ke alamat wajib pajak," ulasnya.
Hampir 53 Juta NIK Sudah Terintegrasi ke NPWP
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 15 November 2022 sudah terdata 52,9 juta pemilik nomor induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
"Sampai 15 november sudah ada 52,9 juta pemilik NIK yang telah terintegrasi dengan NPWP. Kalau kita presentasekan sudah lebih dari 75 persen," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Neilmaldrin Noor, saat ditemui di kanwil DJP Batam, Selasa (29/11/2022).
Adapun penerapan format baru ini telah dimulai sejak 14 Juli 2022. Sementara sampai 31 Desember 2023, layanan administrasi perpajakan masih dilakukan secara terbatas untuk penggunaan NIK dan NPWP dengan format 16 digit.
"Bahwa ini akan terintegrasi, ini masih bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak sampai 31 Desember 2023," ujarnya.
Sebagai informasi, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor pokok wajib pajak (NPWP). Tujuannya, untuk mempermudah wajib pajak dalam melakukan transaksi pelayanan pajak.
Ke depan dengan penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan awal dari langkah untuk mensinergikan data dan informasi yang terkumpul di beberapa kementerian/lembaga, serta pihak-pihak lain yang memiliki sistem administrasi serupa.
Lebih lanjut, tentu DJP akan terus melakukan penambahan NIK secara bertahap. Disamping itu, DJP juga masih memberikan kesempatan penggunaan NPWP yang lama untuk melakukan transaksi pelayanan pajak.
Advertisement
DJP Optimis Penerimaan Pajak 2022 Capai Target Rp 1.485 Triliun
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) optimis penerimaan pajak hingga akhir tahun 2022 bisa mencapai target, sesuai Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2022 yakni Rp 1.485 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Neilmaldrin Noor, menyampaikan saat ini penerimaan pajak hingga Oktober 2022 sudah mencapai Rp 1,448 triliun atau 97,5 persen dari target.
“Dengan sisa waktu yang ada kita optimis dalam 1 bulan kedepan, bahwa penerimaan pajak untuk 2022 akan mencapai target,” kata Neilmaldrin, saat ditemui di kantor DJP Kanwil Batam, Selasa (29/11/2022)
Pencapaian penerimaan tersebut pertumbuhannya sekitar 51,8 persen YoY, yang ditopang oleh PPh non migas Rp 784,4 triliun setara 104,7 persen dari target, PPN dan PPnBM Rp 569,7 triliun (89,2 persen dari target), PBB dan pajak lainnya Rp 26 triliun (80,6 persen dari target), dan PPh Migas Rp 67,9 triliun (105,1 persen dari target).
“Tentu kita lihat dari angka-angka ini kinerja pajak sangat baik,” imbuhnya.
Menurut dia, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik hingga Oktober 2022 masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis rendah tahun 2021, serta implementasi UU HPP.
Tren Perlambatan Berlanjut
Sementara, jika dilihat kinerja bulanannya, menunjukkan pertumbuhan yang mengalami normalisasi dimana pertumbuhan pajak pada Oktober disebabkan adanya kompensasi BBM, tanpa itu pertumbuhan hanya 20 persen year on year.
“Kita lihat adanya tren perlambatan diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir 2022, sejalan dengan meningkatnya restitusi dan tingginya basis penerimaan di akhir tahun 2021,” ujarnya.
Lebih lanjut, secara umum kinerja penerimaan pajak sampai dengan Oktober ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta berbagai dampak kebijakan. Adapun mayoritas jenis pajak tumbuh positif pada Oktober dengan enam dinamika.
Pertama, PPh OP terkontraksi karena pada tahun 2021 terdapat Wajib Pajak yang terlambat lapor SPT tahunan orang pribadi, tahun ini sudah tidak ada lagi.
Advertisement