Sukses

Penutupan Olimpiade Tokyo 2020: Biaya Ajang Olah Raga Ini Jadi yang Termahal Sepanjang Sejarah

Penutupan Olimpiade Tokyo 2020 berlangsung meriah di Stadion Olimpiade, Tokyo, Jepang, Minggu (8/8/2021).

Liputan6.com, Jakarta Penutupan Olimpiade Tokyo 2020 berlangsung meriah di Stadion Olimpiade, Tokyo, Jepang, Minggu (8/8/2021). Terkuak jika Biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan tersebut mencapai USD 15,4 miliar (Rp 221,3 triliun).

Menurut studi Universitas Oxford,biaya penyelanggaraan Olimpiade Tokyo 2020 angka tersebut menjadi biaya termahal sepanjang sejarah. Lalu, apa saja yang sebenarnya bisa didapatkan dengan total biaya tersebut?

Pembangunan rumah sakit dengan 300 tempat tidur di Jepang rata-rata menghabiskan USD 55 juta (Rp 790 miliar). Jadi, Anda bisa membangun 300 rumah sakit.  

Sekolah dasar di Jepang menghabiskan USD 13 juta (Rp 186 miliar). Dengan biaya Olimpiade Tokyo, Anda bisa mendapatkan 1.200 sekolah.  

Terakhir, pesawat Boeing 747 dihargai sekitar USD 400 juta (Rp 5,7 triliun). Anda bisa mendapatkan 38 pesawat dengan biaya Olimpiade Tokyo.

Melansir dari WCBD News 2, Senin (9/8/2021), beberapa audit pemerintah Jepang mengatakan bahwa pengeluaran untuk Olimpiade Tokyo sebenarnya melebihi angka resmi, sekitar dua kali lipat. Semua biaya tersebut, kecuali USD 6,7 miliar (Rp 96,3 triliun), berasal dari uang masyarakat dari pembayaran pajak di Jepang.

Komite Olimpiade Internasional (IOC) juga berkontribusi dalam olimpiade dengan memberikan uang sebesar USD 1,3 miliar (Rp 18,6 triliun).

2 dari 4 halaman

Pembengkakan Biaya pada Olimpiade

Universitas Oxford menemukan semua olimpiade sejak 1960 mengalami pembengkakan biaya sebesar 172 persen. Pembengkakan biaya Tokyo adalah 111 persen atau 244 persen tergantung pada jumlah biaya yang dipilih.

“IOC dan negara tuan rumah tidak tertarik untuk melacak biaya karena pelacakan tersebut cenderung mengungkapkan adanya pembengkakan, yang semakin mempermalukan IOC dan tuan rumah,” ujar penulis Oxford, Bent Flyvberg dalam e-mail.

Flyvberg menjelaskan biaya dari setiap olimpiade dapat menjadi tidak jelas dan tidak dapat dibandingkan sehingga membutuhkan seleksi dan pelacakan lebih lanjut.

Victor Matheson, yang mempelajari ekonomi olahraga menuliskan dalam sebuah e-mail, “Permasalahannya adalah menguraikan apa itu biaya olimpiade dan pengeluaran biaya infrastruktur yang akan terjadi di masa mendatang, tetapi harus dipercepat untuk olimpiade.”

Olimpiade Beijing 2008 yang terdaftar dengan biaya lebih dari USD 40 miliar (Rp 574,9 triliun) dan Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014 dengan biaya USD 51 miliar (Rp 733 triliun) sering salah dipilih sebagai olimpiade yang paling mahal.

“Angka untuk Beijing dan Sochi kemungkinan mencakup biaya infrastruktur yang lebih luas, seperti jalan, kereta api, bandara, hotel, dan lain-lain. Jumlah kami tidak demikian,” papar Flyvberg.

Ketidakjelasan biaya dan siapa pihak yang membayar memungkinkan IOC untuk menjadikan olimpiade sebagai pesta global yang menyatukan dan mempromosikan perdamaian dunia. Semua orang terlihat diuntungkan dan kepentingan finansial untuk organisasi IOC tersembunyi di balik adanya bendera nasional, kemegahan dan upacara, serta kisah-kisah menarik tentang atlet yang memenangkan emas dan mengalahkan pandemi.

3 dari 4 halaman

Penundaan Olimpiade Sebabkan Lonjakan Biaya

Penundaan penyelenggaran olimpiade mengakibatkan terjadinya lonjakan biaya. Para pejabat melihat penundaan tersebut menambah biaya sebesar USD 2,8 miliar (Rp 40,2 triliun). Adanya larangan kehadiran penonton menghapus pendapatan dalam penjualan tiket yang dianggarkan sebesar USD 800 juta (Rp 11,4 triliun).

Penyelenggara olimpiade mengumpulkan USD 3,3 miliar (Rp 47,4 triliun) dari sponsor domestik, didorong oleh perusahaan periklanan raksasa Jepang yaitu Dentsu. Namun, banyak sponsor mengeluh secara terbuka menjelang olimpiade karena investasi yang diberikan akan sia-sia tanpa kehadiran penonton.

Salah satu dari 15 sponsor utama IOC, Toyota, menarik iklan terkait olimpiade dari televisi di Jepang karena ketidakpuasan publik tentang penyelenggaraan olimpiade di tengah pandemi.

Presiden IOC, Thomas Bach mengatakan kepentingan keuangan bukan inti dari keputusan IOC untuk menunda olimpiade daripada membatalkannya.

"Kami bisa saja membatalkan olimpiade 15 bulan lalu. Secara finansial, itu akan menjadi solusi termudah bagi IOC. Akan tetapi, kami memutuskan pada saat itu untuk tidak membatalkan olimpiade, tidak menggunakan asuransi yang kami miliki saat itu,” kata Bach.

IOC tidak pernah mengatakan berapa banyak tanggungan asuransi yang dimiliki untuk kemungkinan pembatalan tersebut.

4 dari 4 halaman

Olimpiade Hanya Menawarkan Sedikit Dorongan Ekonomi

Ekonom Olahraga Jerman, Wolfgang Maennig menjelaskan olimpiade mampu menawarkan sedikit dorongan ekonomi. Ia sering menganggap olimpiade sebagai pesta besar yang diadakan untuk teman-teman Anda dan menghabiskan banyak uang, berharap mereka pergi dengan bahagia dan mengingat Anda.

“Setelah tiga dekade penelitian empiris, para ekonom setuju bahwa olimpiade tidak menghasilkan efek positif yang signifikan pada pendapatan nasional (atau bahkan regional), lapangan kerja, pendapatan pajak, pariwisata, dan lain-lain,” jelas Maennig.

Sebagian besar manfaat olimpiade diberikan kepada perusahaan konstruksi dan kontraktor. Tokyo diketahui membangun delapan venue baru.

Dua yang paling mahal adalah Stadion Nasional sebesar USD 1,43 miliar (Rp 20,5 triliun) dan pusat akuatik sebesar USD 520 juta (Rp 7,4 triliun). Dua negara penyelenggara olimpiade berikutnya yaitu Paris pada 2024 dan Los Angeles pada 2028 mengatakan mereka akan mengurangi pembangunan baru secara drastis.

Meskipun Tokyo mengalami kerugian ekonomi jangka pendek akibat pandemi dan tidak adanya penonton, kerugian tersebut relatif kecil untuk negara dengan ekonomi USD 5 triliun (Rp 71.817 triliun).

Reporter: Shania