Sukses

Jokowi di Nota Keuangan: Ketidakpastian di 2022 Masih Tinggi

Presiden Jokowi menyampaikan pidato Nota Keuangan untuk RUU APBN 2022.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan masyarakat agar terus bersiap menghadapi pandemi Covid-19 yang masih tak menentu. Hal ini disampaikan dalam pidato Nota Keuangan untuk RUU APBN 2022.

Oleh karenanya, dia memperkirakan situasi pada 2022 mendatang juga masih dibayangi ketidakpastian tinggi.

"Sampai saat ini, pandemi Covid-19 masih belum berakhir. Di tahun 2022, kita masih akan dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi," ujar Jokowi dalam Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2022, Senin (16/8/2021).

Jokowi pun mewanti-wanti agar masyarakat bersiap menghadapi tantangan global lainnya. Dalam hal ini ia mencontohkan ancaman perubahan iklim, peningkatan dinamika geopolitik, serta pemulihan ekonomi global yang tidak merata.

"Karena itu, APBN tahun 2022 harus antisipatif, responsif, dan fleksibel merespons ketidakpastian, namun tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian," imbuh Jokowi.

Sebelumnya, Jokowi turut menekankan pentingnya peran kebijakan pengetatan sosial dalam bentuk PPKM guna mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19.

Pada waktu bersamaan, ia juga terus mendorong penyaluran program bansos (bantuan sosial) untuk seluruh masyarakat dan pelaku ekonomi terdampak.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pelajaran

Dia coba mengambil pelajaran dari situasi pandemi ini, bahwa pemerintah perlu mencari titik keseimbangan antara gas dan rem, atau keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan perekonomian.

"Pemerintah harus selalu tanggap terhadap perubahan keadaan, dari hari ke hari secara cermat. Tujuan dan arah kebijakan tetap dipegang secara konsisten, tetapi strategi dan manajemen lapangan harus dinamis menyesuaikan permasalahan dan tantangan," ujar dia saat Rapat Tahunan MPR.

Dalam melaksanakan kebijakan PPKM, Jokowi menilai, pengetatan dan pelonggaran mobilitas masyarakat harus dilakukan paling lama setiap pekan dengan merujuk kepada data terkini.

"Mungkin hal ini sering dibaca sebagai kebijakan yang berubah-ubah, atau sering dibaca sebagai kebijakan yang tidak konsisten. Justru itulah yang harus kita lakukan, untuk menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dan kepentingan perekonomian masyarakat," ungkapnya.