Sukses

Wamen Kartika Wirjoatmodjo Ungkap 4 Tantangan Pemimpin Perempuan di Tubuh BUMN

Poin Work-Life Balance menjadi salah satu tantangan yang harus diharapi perempuan di lingkungan BUMN.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mewanti-wanti empat tantangan yang perlu dihadapi dalam kondisi baru bagi pemimpin perempuan dalam struktural di perusahaan BUMN. Empat tantangan ini, menurutnya, perlu diatasi agar ekosistem kepemimpinan bisa lebih baik.

Ia mengakui hingga saat ini tingkat gender diversity di tubuh BUMN masih minim. salah satu kerangka dari RJPP di Kementerian BUMN adalah pengembangan talent, dan salah satunya adalah diversity sebagai hal yang fundamental dan perlu dibangun di perusahaan-perusahaan BUMN.

“Kita ingin para leaders perempuan di BUMN untuk bertumbuh dan berkembang, saat ini emang masih rendah, dan memang harus diakui, BUMN ini tumbuh di budaya yang lebih laki di masa lalu,” kata Kartika Wirjoatmodjo dalam sesi diskusi Perempuan Berdaya, Indonesia Merdeka, Rabu (25/8/2021).

Atas tujuan tersebut, ia merinci ada empat tantangan yang perlu diatasi bagi pemimpin-pemimpin perempuan. Pertama adalah tantangan transformasi, terkait kecepatan transformasi model bisnis dalam menghadapi dinamika bisnis yang cepat.

“Ini tentunya membutuhkan energi lebih, bagaimana saya push untuk transformation. Terus saya kejar, kalau udah ngejar itu ya saya kejarnya mingguan, harian (kepada jajaran di BUMN),” katanya.

Kedua adalah terkait adaptasi di tengah pandemi, masa ini, menurutnya menuntut kecepatan dalam adaptasi dengan kondisi baru.

Ketiga, adalah profesionalisme, ia menekankan profesionalisme ayng dimaksud adalah yang bersifat utuh, tak lagi yang hanya bersifat teknis.

“Harusnya diperusahaan ini juga kita sediakan consuler atau psikolog untuk membantu mereka-mereka yang mengalami tantangan dalam kondisi pandemi pekerjaannya menurun drastis atau bahkan mengalami permasalah pribadi,” katanya.

Dan terkait hal ini, ia menilai pemimpin perempuan memiliki keunggulan. Misalnya dalam melihat keadaan mental dari pegawai-pegawainya.

“Itu tentunya bagian dari gimana kita embrace, perusahaan juga harus juga humanis dan memperhatikan pegawainya,” katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Tantangan Keempat

Selanjutnya adalah poin Work-Life Balance, yang mana tantangannya adalah waktu yang fleksibel, bias gender, fasilitas atau dukungan ekosistem yang ada di lingkungannya.

Wamen Kartika mengisahkan, bahwa pada posisi ini juga kaum laki-laki tak mudah untuk memahami perasaan orang, misal perasaan pegawainya.

“Disitulah justru peranan dari leaders wanita ini bagaimana lead, culturenya dari hati, bukan sekadar slogan,” katanya.

Ia menilai, secara natural, perempuan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan mendukung pegawai-pegawainya. Ia juga berpesan, bagi perempuan yang berada di dalam ekosistem kerja laki-laki untuk tidak mengikuti model kerja laki-laki.

Ia menyarankan untuk membuat corak dan karakter sendiri dalam kepemimpinan yang dijalankan oleh perempuan tersebut.

“Keunggulan dari sisi nature-nya memberikan warna yang berbeda bahkan mempengaruhi bagaimana cara manage perusahaan,” katanya.

 

 

 

3 dari 3 halaman

Perempuan Jadi Penyeimbang

Pada kesempatan yang sama, Country Manager Director of Grab Indonesia, Neneng Goenadi menilai perempuan di dalam sebuah perusahaan sebagai penyeimbang ekosistem.

Ia menilai, sensitivitas yang dimiliki perempuan bisa jadi kekuatan berharga dalam ekosistem perusahaan. Baik di perusahaan BUMN maupun non-BUMN.

“Sensitivitas kita emang beda, antara perempuan dan laki-laki, itu yang perlu percayai dan yakini sebagai perempuan. Jadi itu peran yang menurut saya sangat berharga untuk perempuan, kita harus bangga,” katanya.

Ia mengutip bahwa semua perusahaan yang bentuk kepemimpinannya beragam cenderung memiliki performa yang lebih tinggi. Artinya, kata Neneng, perempuan memberikan warna kepada perusahaan.

“High performance itu kan dalam arti mau krisis atau tidak krisis itu dia sukses. Dan hal ini yang harus diyakini semua perempuan disini dalam setiap level,” tegasnya.

Jadi, peran perempuan itu tidak dibatasi oleh tingkatan tertentu. Sehingga peluang memberikan warna berbeda dalam perusahaan menjadi lebih besar.

Peran atau role apapun yang diemban perusahaan dipandang Neneng adalah sama, yang membedakan adalah perempuan sebagai penyeimbang.

“Bahwa perempuan itu bisa menjadi welas asih, kita pake otak, pake perasaan dan kita bisa membaca di dalam ruangan disetiap level kita bisa begitu, kita bisa baca, ini kita push lagi atau engga,” katanya.