Liputan6.com, Jakarta DPR RI mengapresiasi kerja dari Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) yang berupaya keras mengembalikan hak rakyat dari para obligor.
Anggota Komisi XI DPR RI, Kamarussamad mengatakan, penunggak kewajiban pembayaran utang negara selama 22 tahun tersebut telah menikmati fasilitas dari negara, sehingga saatnya mengembalikan pinjaman sejumlah Rp110 triliun dari 48 obligor dan debitur.
Baca Juga
“Menyangkut masalah kerja Satgas BLBI ini, saya kira sangat bagus karena ini yang ditunggu rakyat Indonesia ada kerja nyata, konkret untuk mengembalikan hak-hak rakyat,” ujar Kamrussamad saat Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan secara hybrid, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/9/2021).
Advertisement
Meskipun demikian, politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut menyatakan sistem pengumuman, mulai dari pertama, kedua, dan ketiga, permintaan pelunasan kewajiban kepada obligor tersebut, harusnya cukup secara resmi saja di media massa resmi yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan.
“Alangkah baiknya jika tidak perlu diunggah di instagram salah satu staf Ibu (Menkeu, red) di Kementerian Keuangan. Cukup secara resmi saja di koran yang ditunjuk Kementerian Keuangan,” tambah Kamrussamad.
Selain itu, Kamarussamad juga menegaskan bahwa PT Timor Putra Nasional (TPN) tidak pernah menerima bantuan dana BLBI menurut dokumen yang diterimanya.
Namun kenyataannya, tambah Kamrussamad, justru dipanggil sebagai bagian dari obligor. Padahal, seluruh aset TPN telah diambil dan dijual oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), lalu hasil penjualan tersebut menurutnya telah diterima oleh negara.
"Ini supaya tidak terjadi mispersepsi yang ada di publik,” ujar Kamrussamad.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Aset Disita
Diketahui, pada Jumat (27/8/2021), pemerintah bersama Polri dan Kejaksaan Agung menyita salah satu rumah mewah di Karawaci, Tangerang, yang merupakan aset dari BLBI.
Penyitaan ini ditandai dengan penancapan plang penguasaan fisik dan pengawasan aset secara resmi oleh pejabat yang hadir. Plang tersebut bertuliskan dilarang memperjualbelikan memanfaatkan aset tersebut.
“Namun, menurut data dan informasi yang kami terima, lokasi dan tanah yang ibu kasih plang pemasangan penyitaan itu adalah tanah dan lokasi yang sudah diambil alih negara sejak 2001-2003 dan itu sudah dalam kewenangan pemerintah melalui BPPN saat itu. Ini demi memberikan clear opini publik. Sehingga kita berharap Satgas BLBI ini ke depannya bisa lebih efektif dan kontributif terhadap penerimaan negara,” jelasnya.
Sebagai informasi, saat terjadi krisis keuangan 1997/1998, Bank Indonesia menggelontorkan bantuan kredit bernama Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk membantu perbankan Indonesia yang mengalami krisis saat itu. BLBI diberikan kepada pemilik bank saat itu agar terjaga likuiditas demi menghindari kolapsnya perbankan Indonesia. Tercatat, pada 1998, total ada 22 obligor yang mendapatkan dana BLBI sebesar Rp110 triliun.
Namun, dana bantuan yang awalnya ditujukan untuk menjaga likuiditas, justru terindikasi banyak diselewengkan oleh para obligor. Sejumlah obligor pun tercatat belum melunasi utangnya tersebut kepada pemerintah. Yang jadi persoalan, pemerintah harus berutang dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) guna menyediakan dana BLBI tersebut. Sampai saat ini, SUN masih dikelola BI, dan tarif bunga serta pokok utang masih terus berjalan selama 22 tahun tersebut.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement