Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara Asia Timur sukses masuk ke golongan negara maju. Hal ini terjadi karena negara tersebut mengubah cara pandang dengan tidak lagi mengelola komoditas primer tetapi menguasai rantai pasok perdagangan global.
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika menjelaskan, negara Asia Timur mampu membangun rantai pasok dimestik yang kemudian ditingkatkan kapasitasnya menjadi rantai pasok global.
Baca Juga
"Mereka (negara-negara Asia Timur) masuk ke rantai pasok global, jadi menggarap rantai pasok domestik untuk masuk ke pasar global, itu bagian dari penguasaan rantai pasok global," kata Erani dalam Webinar :Investasi, Nilai Tambah, dan Kesinambungan Pembangunan, Jakarta, Rabu (8/9/2021).
Advertisement
Berbeda dengan Indonesia, posisi daya tawar Indonesia bukan dari sektor industri. Tahun 2030 diperkirakan Indonesia sudah menjadi negara dengan pendapatan menengah atas. Sebab setidaknya 20 persen penduduknya atau sekitar 50-60 juta orang masuk kelas ekonomi menengah tinggi.
Masyarakat golongan ini memiliki kemampuan daya beli yang besar dan bisa menggerakkan ekonomi nasional. Sehingga tidak sulit bagi Indonesia untuk bisa kembali masuk jajaran negara dengan pendapatan menengah atas yang beberapa waktu lalu sempat dicabut sebagai imbas dari pandemi Covid-19.
"Sekitar 20 persen penduduk Indonesia atau 50-60 juta orang tergolong kelas menengah tinggi yang kemampuan daya belinya luar biasa besar dan ini bisa menggerakan ekonomi," kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
3 Isu yang Harus Dikelola
Selain itu, pendapatan per kapita kelompok menengah tinggi ini setara dengan pendapatan per kapita Malaysia. Sehingga modal ini bisa membawa Indonesia untuk masuk ke pasar internasional karena memiliki potensi yang besar dan bisa ditingkatkan bila terus dijaga.
Untuk itu ada tiga isu yang harus dikelola sejak dini untuk menjaga momentum pertumbuhan. Pertama terkait isu-isu demokrasi ekonomi yang terkait pemerataan dalam banyak sektor. Seperti pemerataan wilayah, ekonomi, pelaku usaha, distribusi dan alat-alat produksi.
"Ini menjadi penting terutama pengarusutamaan UMKM," kata dia.
Kedua, literasi teknologi. Saat ini maupun di masa yang akan datang, penggunaan teknologi sudah tidak lagi bisa dipisahkan. Sehingga pemerataan dan perbaikan akses digitalisasi tidak bisa dipisahkan.
Ketiga, inklusivitas investasi. Dalam hal ini investasi harus bisa menyerap tenaga kerja semaksimal mungkin. Termasuk juga pemerataan investasi dan kelestarian lingkungan dan teknologi.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement