Sukses

Ketua OJK Wimboh Santoso Yakin Rasio Kredit Bermasalah Tak Tembus 5 Persen

Meski saat ini rasio NPL sudah turun, OJK tetap mengajak pelaku industri perbankan tetap jeli memonitor.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso yakin bahwa rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) industri perbankan tidak akan menyentuh batas atas yang ditentukan yaitu 5 persen. Sampai akhir tahun rasio NPL akan terus terkelola di bawah level tersebut

Keyakinan Wimboh ini karena OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk sektor keuangan dan salah satunya adalah relaksasi kredit atau restrukturisasi kredit. Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 ini diperpanjang dan yang terbaru hingga Maret 2023

"NPL kami yakin tidak akan sampai 5 persen," ungkapnya dalam Konferensi Pers terkait Kebijakan Perpanjangan Masa Relaksasi Restrukturisasi Kredit, Rabu (8/9/2021).

Dalam beberapa waktu lalu rasio NPL memang sempat berada di atas 3 persen. Namun hal tersebu cukup wajar karena memang kondisi perekonomian nasional dan juga global tengah lesu dampak pandemi Covid-19. 

kebijakan pembatasan yang dijalankan oleh pemerintah membuat berbagai sektor ekonomi berhenti. Namun saat ini kebijakan pembatasan tersebut terus diperbaharui dengan berbagai relaksasi.

"Bahkan, kemarin (NPL) pernah naik menjadi 3,5 persen dan turun lagi menjadi 3,4 persen," kata Wimboh 

Meski saat ini rasio NPL sudah turun, OJK tetap mengajak pelaku industri perbankan tetap jeli memonitor betul kenaikan NPL. Mengingat, masih tingginya ancaman pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit hingga Maret 2023

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan menjadi menjadi 31 Maret 2023. Dalam aturan sebelumnya, relaksasi tersebut diberikan hingga 31 Maret 2022.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, keputusan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini diambil untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Selain itu juga untuk menjaga stabilitas perbankan dan menjaga kinerja debitur restrukturisasi Covid-19.

“Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. Untuk menjaga momentum itu maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” kata Wimboh dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (2/9/2021).

Wimboh menjelaskan, kinerja industri perbankan terus membaik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun namun masih relatif tinggi.

Sedangkan angka NPL sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen  pada Des 2020 menjadi 3,35 persen  di Juli 2021.