Liputan6.com, Jakarta - Cadangan devisa Indonesia pada Agustus 2021 mengalami kenaikan karena adanya tambahan alokasi Special Drawing Rights (SDR) sebesar 4,46 miliar SDR atau setara dengan USD 6,31 miliar dari IMF. Jika dirupiahkan dana tersebut kurang lebih Rp 90 triliun dengan estimasi kurs 14.250 per dolar AS.
Apakah transfer dana yang dilakukan oleh IMF saat ini sama halnya dengan suntikan dana yang diberikan saat krisis 1998?
Baca Juga
Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (Core), Yusuf Rendy Manilet menjelaskan, penempatan dana dalam Special Drawing Rights (SDR) yang diterima Indonesia dari IMF berbeda dengan pinjaman dana yang dilakukan pada saat krisis 1998.Â
Advertisement
Yusuf menjelaskan, SDR sendiri merupakan semacam tabungan yang diberikan oleh Bank Sentral di seluruh dunia ke IMF sebagai salah satu prasyarat keanggotaan IMF itu sendiri. Dengan adanya setoran tersebut, bank sentral punya hak tarik dari IMF jika memang SDR itu diperlukan.
"Apa yang diberikan IMF ke Indonesia itu merupakan setoran yang sebenarnya dilakukan oleh Bank Indonesia itu sendiri," ucapnya saat dihubungi Merdeka.com, Jumat (10/9/2021).Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Indonesia Tak Menanggung Kerugian
Selain itu, pemberian SDR ini bukan karena permintaan bantuan dari pemerintah Indonesia, melainkan inisiatif dari IMF untuk mendukung likuiditas global menghadapi kebutuhan akan cadangan devisa, memperkuat keyakinan pasar, serta mendorong daya tahan dan stabilitas ekonomi global terhadap pandemi Covid-19.
"Sehingga, saya kira kondisinya agak berbeda dengan kondisi tahun 1997 dan 1998, kondisi saat ini SDR diberikan bukan karena permintaan bantuan dari pemerintah Indonesia," tekannya.
Yusuf pun memastikan, Indonesia tidak akan menanggung kerugian akibat memperoleh suntikan dana SDR ini. Sebab, peran SDR laiknya bantalan bagi perekonomian nasional di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung mereda.
"Jadi, mungkin bukan kerugian ya, tetapi lebih ke tantangan memanfaatkan rasio cadangan devisa untuk proses pemulihan ekonomi di dalam negeri. Misalnya dengan cadangan devisa yang bertambah, pemerintah bisa lebih leluasa dalam misalnya melakukan impor vaksin dari luar negeri, sehingga mempercepat tingkat vaksinasi di dalam negeri," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement