Sukses

Kepemilikan NPWP Masih Rendah, Apa Dampaknya?

Indikator Politik Indonesia mengadakan survei mengenai persepsi dan kepatuhan publik membayar pajak.

Liputan6.com, Jakarta - Survei yang diselenggarakan oleh Indikator Politik Indonesia mengenai persepsi dan kepatuhan publik membayar pajak menghasilkan kesimpulan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menjelaskan, survei perpajakan ini sangat penting untuk menjelang kontes politik 2024. Pasalnya, sumber utama pendapatan negara berasal dari pungutan pajak yang dikumpulkan oleh Ditjen Pajak (Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Ini penerimaan pajak merupakan inti dari bernegara. Kita lebih sibuk melihat siapa yang maju Pilpres 2024, tetapi lupa bahwa siapapun yang terpilih nanti tidak bisa jalankan program kalau tidak ada sumber penerimaan," katanya dalam rilis Indikator: Persepsi dan Kepatuhan Publik Membayar Pajak dikutip dari Belasting.id, Senin (1/8/2022).

Survei ini melibatkan 1.246 responden yang dipilih secara acak melalui nomor telepon. Dia mengungkapkan margin of error survei diperkirakan ±2,8 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.

Responden dihubungi pada periode 9-12 Juni 2022.

Hasilnya, baru 27,5 perse responden yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Kemudian hasil analisis terhadap responden yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 4 juta sebanyak 43 persen yang sudah memiliki NPWP.

Kemudian 72,5 persen total responden tidak memiliki NPWP. Untuk responden yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 4 juta sebesar 57 persen tidak memiliki NPWP.

Hasil survei ini bisa menjadi penjelasan kenapa rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio Indonesia masih rendah. Pasalnya, untuk responden dengan penghasilan lebih dari Rp 4 juta per bulan relatif kecil yang memiliki NPWP.

"Kesimpulannya adalah dari mereka yang berpendapatan lebih dari Rp 4 juta per bulan dan memiliki NPWP belum mencapai 50 persen," terangnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

NIK Kini jadi Pengganti NPWP

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan meresmikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor pokok wajib pajak (NPWP). Tujuannya, untuk mempermudah wajib pajak dalam melakukan transaksi pelayanan pajak.

“Sebagai penanda hari pajak ini kami mohon berkenan ibu (Menkeu) untuk meluncurkan dua kemudahan yang coba kami lakukan di tahun 2022 ini,” kata DIrektur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, dalam Perayaan Hari Pajak, Selasa (19/7/2022).

Pertama, yang diluncurkan adalah elektronikisasi validasi atau konfirmasi setoran pajak penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan.

Selama ini notaris atau wakil dari wajib pajak melakukan validasi ke kantor DJP yang ada diseluruh Indonesia secara langsung datang ke tempat, dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang cukup luar biasa lama.

“Oleh karena itu, keinginan kami pada waktu itu untuk memudahkan masyarakat melakukan transaksi. Jadi, hari ini elektronikisasi mengenai validasi surat setoran pajak pengalihan atas tanah dan bangunan dapat dilakukan bukan hanya wajib pajak yang melakukan transaksi tapi juga dilakukan oleh notaris pembuat akte tanah yang bertugas melakukan pengurusan transaksi tersebut,” jelas Suryo.

Kedua, implementasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak dalam rangka melakukan transaksi pelayanan di Direktorat Jenderal Pajak. Tujuannya untuk memudahkan.

“Karena kadang-kadang mohon maaf kita suka lupa nomor pokok wajib pajak yang kami miliki, tapi kita tidak lupa nomor induk kependudukan yang kami miliki,” ujarnya.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Langkah Awal

Suryo berharap, ke depan dengan penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan awal dari langkah untuk mensinergikan data dan informasi yang terkumpul di beberapa kementerian/lembaga, serta pihak-pihak lain yang memiliki sistem administrasi serupa.

Saat ini baru ada 19 juta NIK yang dilakukan pemadanan yang dilakukan dengan Direktorat Jenderal Administrasi kependudukan dan catatan sipil. Artinya, masih banyak NIK yang akan dipadankan sebagai pengganti NPWP.

“Masih banyak yang harus kami lakukan untuk melakukan pemadanan, dan insyallah dengan kebersamaan kita bisa melakukannya. Minimal 19 juta wajib pajak bisa melakukan transaksi dengan menggunakan NIK sebagai basic transaksinya,” ujarnya.

Ke depan, DJP akan melakukan penambahan NIK secara bertahap. Disamping itu, DJP juga masih memberikan kesempatan penggunaan NPWP yang lama untuk melakukan transaksi pelayanan pajak.