Sukses

Reformasi Perpajakan akan Jadi Menu Utama di Pertemuan G20 Tahun 2022

Indonesia akan terus menjaga kepentingan reformasi perpajakan dan juga kepentingan perpajakan dari negara-negara berkembang dalam pertemuan G20 tahun 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 agenda reformasi perpajakan akan menjadi pembahasan menu utama, lantaran sejalan dengan langkah reformasi perpajakan yang sedang dilakukan Indonesia.

Reformasi perpajakan akan menjadi menu utama, karena memang ini merupakan salah satu prioritas yang penting bagi Indonesia yang sekarang juga sedang melakukan reformasi perpajakan dan ini juga merupakan policy yang sangat jadi prioritas di dalam pertemuan G-20,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Menuju Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, Selasa (14/9/2021).

Adapun reformasi perpajakan atau international taxation yang akan dibahas adalah tax incentive, tax and digitalization, praktik Penghindaran pajak atau tax avoidance terutama berkaitan dengan base erosion and profit shifting dan tax transparency, kemudian tax development serta text certainty.

Menurutnya, Indonesia akan terus menjaga kepentingan reformasi perpajakannya dan juga kepentingan perpajakan dari negara-negara berkembang.

Tujuannya agar Indonesia bisa melihat perkembangan reformasi perpajakan dunia termasuk dengan adanya digital teknologi supaya Indonesia tidak dirugikan, tapi mendapatkan manfaat yang maksimal baik di bidang ekonomi maupun di bidang perpajakan.

Di sisi lain yang sering dibahas dalam G20 tahun 2022 nanti terkait menetapkan kapan menerapkan exit policy untuk kebijakan extraordinary di bidang fiskal dan moneter dari negara G20 akan dilakukan. Oleh karena itu diperlukan koordinasi secara bertahap.

“Di sini yang paling sering akan dibahas adalah kapan negara-negara terutama di G-20 yang semuanya melakukan kebijakan extra Ordinary dibidang fiskal dan moneter, akan menetapkan kapan mulai melakukan exit policy yaitu mengurangi intervensi kebijakan makro yang luar biasa dan pasti tidak sustainable secara bertahap dan terkoordinasi,” jelasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pemulihan Ekonomi

Menurut Sri Mulyani, tentu ini bukan hal yang mudah untuk menentukan, karena setiap negara memiliki kondisi yang berbeda-beda kebijakan fiskalnya. Misalnya Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan extra Ordinary membolehkan adanya defisit APBN di atas 3 persen.

Menkeu menegaskan, yang terpenting persoalan nanti adalah bagaimana desain exit policy dan kapan G20 akan bersama-sama mulai melakukan kebijakan exit, di mana setiap negara tadi memiliki pemulihan ekonomi yang berbeda-beda, baik dari sisi kecepatan maupun dari sisi seberapa merata pemulihan ekonomi itu terjadi di semua negara.

“Ini akan menjadi salah satu yang sangat penting dan utama pada pembahasan finance track,” pungkasnya.