Sukses

Menteri Suharso: Banyak Perusahaan Tak Paham Transparansi Beneficial Ownership

Transparansi Beneficial Ownership ini sangat penting karena bisa menghindari perusahaan dari risiko yang mengakibatkan penyalahgunaan korporasi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menjelaskan, dalam studi internasional di berbagai lembaga memperlihatkan bahwa penerapan transparansi Beneficial Ownership (BO) masih belum banyak dipahami oleh berbagai perusahaan di dunia. Padahal prinsip penerimaan manfaat korporasi ini sudah menjadi komitmen global dalam rangka transparansi dan keamanan dalam berbisnis.

"Beberapa studi internasional menjelaskan penerapan BO ini masih belum dipahami dan dipahamkan, makanya ini perlu perluasan dan menjadi tantangan di kita dan hampir semua negara juga begitu," kata Suharso dalam Webinar Transparansi Beneficial Ownership Bangun Iklim Usaha yang Transparan, Jakarta, Kamis (16/9/2021).

Transparansi Beneficial Ownership ini sangat penting karena bisa menghindari perusahaan dari risiko yang mengakibatkan penyalahgunaan korporasi. Misalnya untuk tindak pidana korupsi, pencucian uang hingga pendanaan terorisme.

Saat ini, negara-negara surga bagi para pengemplang pajak sudah mulai meredup. Hal ini sejalan dengan komitmen global tentang transparansi Beneficial Ownership. "Mereka sekarang enggak mau karena rentang untuk penyalahgunaan TPPU, korupsi dan terorisme," kata dia.

Penghindaran pajak ini juga terbukti mampu menurunkan kepercayaan investor dan rendahnya pengadaan barang/jasa. Sehingga tidak optimalnya transparansi akan sangat berpengaruh terhadap beberapa indikator global dalam pemeringkatan bisnis. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Penerapan di Indonesia

Di Indonesia, penerapan transparansi BO sudah dilakukan pemerintah dengan dukungan payung hukum dan sistem yang dibuat pemerintah. Namun sayangnya, per Agustus 2021 lalu, jumlah korporasi yang melakukan ini baru 22,36 persen. Ini menunjukkan konsep transparansi BO belum banyak dipahami di Indonesia

"Tetapi sayangnya baru 22,36 persen korporasi (di Indonesia) yang melakukan transparansi data, ini karena terdapat perbedaan pemahaman," kata dia.

Padahal kata dia, dukungan regulasi yang sudah cukup. Hanya saja masih ada kendala pemahaman yang membuat korporasi dengan kesadaran diri menerapkan transparansi BO.

"Dukungan regulasi sudah cukup tapi faktor implementasinya di lapangan ini belum. Terutama bagaimana ketulusan dan keterbukaan dari para pengusaha," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com