Sukses

400 Perusahaan Tekstil Terancam Mati Suri

Sekitar 400 perusahaan tekstil terancam mati suri. Hal itu terjadi karena pengusaha tidak lagi mendapatkan fasilitas penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Masuk saat mengekspor produknya.

Sebanyak 400 perusahaan tekstil dan produk tekstil terancam mati suri. Kondisi tersebut terjadi seiring pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253 Tahun 2011 yang menyebabkan pengusaha tidak lagi mendapatkan fasilitas penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Masuk saat mengekspor produknya.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan aturan tersebut menekan pengusaha. PMK 253 Tahun 2011 adalah aturan tentang pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.

"Sebelum aturan tersebut berlaku, pengusaha mendapatkan fasilitas penangguhan PPN dan juga bea masuk. Namun sejak aturan berlaku banyak pengusaha sulit melakukan ekspor," kata Ade saat berbincang dengan liputan6.com, Senin (10/12/2012).

Menurut dia, seluruh pengusaha tersebut tersebar di daerah yang selama ini menjadi sentra industri tekstil dan produk tekstil, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan lainnya. Jumlah tenaga kerja di ke-400 perusahaan tersebut mencapai 100 ribu orang. Jenis usaha mencakup skala kecil, menengah sampai besar.

Dia menuturkan dengan keberadaan aturan, eksportir yang sekaligus produsen tekstil harus membayar PPN di muka. Selain itu, aturan tersebut juga membuat proses restitusi pajak semakin lama sehingga mengganggu permodalan industri.

"Pengembalian modal mencapai sembilan bulan untuk restitusi, padahal dengan selama itu modal kerja kami sudah habis. Sebelum ada aturan pengusaha masih mengatur modal agar bisa berproduksi saat mengekspor produknya dan itu yang menyebabkan mati suri," tegas dia.

Kalaupun ada pengusaha yang masih bisa bertahan, menurut dia mereka kemudian menjadi pengusaha Kawasan Berikat (KB).  Sebagai informasi,barang impor bahan baku yang masuk ke Kawasan Berikat untuk diolah diberikan penangguhan bea masuk dan tidak dipungut pajak.

Ade mengaku sudah beberapa kali menyurati pemerintah seperti ke Kementerian Keuangan bahkan Presiden untuk meminta pengkajian kembali aturan tersebut. Namun surat atau permintaan tersebut tidak mendapatkan respon dari pemerintah. (NUR/IGW)