Liputan6.com, Jakarta Sebatang lidi tentunya tak memiliki banyak manfaat. Umumnya, paling hanya dijadikan tusuk sate. Itupun mudah patah. Beda cerita jika lidi-lidi tersebut dikumpulkan dan dijadikan satu, lalu diikat. Ini jelas lebih kuat. Selain itu, akan memiliki banyak fungsi, bisa untuk menyapu halaman, membersihkan kasur, hingga bisa menjadi senjata emak-emak untuk mengusir maling.
Filosofi lidi inilah yang menjadi dasar Menteri BUMN Erick Thohir terhadap peleburan perusahaan Plat Merah pengelola pelabuhan di Indonesia, yaitu Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV. Semua Pelindo dimerger, berganti nama menjadi nama PT Pelabuhan Indonesia (Persero). Adapun tujuan merger menjadikan perusahaan lebih kuat, lebih efisien, dan memiliki daya saing global. Secara efektif, merger Pelindo ini akan beroperasi mulai 1 Oktober 2021.
Memang selama ini bagaimana kondisinya? Saat ini, Pelindo I mengelola 15 pelabuhan, Pelindo II mengelola 12 pelabuhan, Pelindo III mengelola 43 pelabuhan, dan Pelindo IV megelola 24 pelabuhan. Totalnya ada 94 pelabuhan. Bayangkan saja, semua pelabuhan itu memiliki standarisasi fasilitas dan pelayanan yang berbeda-beda. Belum lagi soal tarif dan sistem pembayarannya, berbeda-beda juga.
Advertisement
"Ini membuat pengguna jasa menjadi tidak efisien karena berbeda dalam menghitung setiap biaya kepelabuhanan yang diperlukan dalam menghitung tarif angkutan. Bukan saja tarif, tetapi juga waktu yang diperguanakan dalam setiap singgah dipelabuhan (Port Stay)," kata Direktur Utama PT Andhika Lines, Carmelita Hartoto saat bercerita dengan Liputan6.com, Senin (20/9/2021). PT Andhika Lines sendiri menjadi salah satu dari banyaknya perusahaan pelayaran nasional yang sering menggunakan jasa Pelindo.
Dia mencontohkan, Pelindo II, yang mengelola wilayah sekitar Ibu Kota, dengan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan utama mempunyai fasilitas yang lengkap dan mumpuni. Belum lagi didukung berbagai kemudahan serta etos kerja yang memungkinkan untuk memberikan pelayanan terbaiknya. Tentu berbeda jika dibandingkan dengan Pelindo IV yang mengelola berbagai pelabuhan wilayah timur dengan Makassar sebagai pelabuhan utama.
"Saya berbicara bukan di Makassarnya ya tetapi pelabuhan lain di wilayah timur yang minim fasilitas dan berbeda etos kerjanya. Belum lagi setiap pelabuhan berbeda sistem muat dan bongkarnya atau system stuffing-nya, yang bisa mengakibatkan kerusakan pada peti kemas dikarenakan kondisi di pelabuhan bongkar yang berbeda," cerita Carmelita.
Untuk itu, mergernya Pelindo menjadi harapan baru bagi para pengguna jasa. Carmelita sendiri, yang juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA), memiliki beberapa harapan. Pertama, dimergernya Pelindo akan menciptakan sentralisasi negosiasi tarif dan layanan, sehingga tidak perlu lagi negosiasi per Pelindo atau per pelabuhan.
Kedua, peningkatan kualitas pelayanan yang merata di seluruh Indonesia dengan melakukan benchmarking terhadap pelabuhan yang memiliki pelayanan lebih baik di luar negeri. Harapan ketiga, disampaikan Carmelita, tidak adanya kenaikan tarif layanan di pelabuhan.
"Seharusnya port besar, pelayanan cepat, service bagus, volume meningkat. Dengan volume meningkat itu sendiri sudah menunjukan peningkatan pendapatan dan profit. Jadi tidak perlu ada peningkatan tarif," curhatnya.
Jadi Perusahaan Kelas Dunia
Apa yang menjadi harapan dan kegelisahan para pengguna jasa ini, ternyata sudah disadari oleh manajemen masing-masing Pelindo. Untuk itu, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Arif Suhartono menegaskan banyak manfaat yang nantinya diciptakan dari proses merger Pelindo itu sendiri. Apa saja?
Untuk perekonomian nasional, standarisasi bisnis dan pelayanan pada Pelindo pasca merger, diharapkan berdampak pada penurunan biaya logistik secara bertahap. Efisiensi biaya logistik ini dapat membantu meningkatkan ekonomi nasional.
Bahkan tidak hanya itu, integrasi Pelindo juga akan membuka lapangan kerja baru melalui investasi di sektor pelabuhan yang semakin meningkat. Dengan demikian berpotensi menurunkan angka pengangguran. Semakin tingginya jumlah pekerja, akhirnya bisa meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama 2021-2025.
Arif menambahkan, untuk prospek perkembangan bisnis perusahaan sendiri, merger Pelindo akan membuka kesempatan perusahaan untuk go global.
"Integrasi ini akan meningkatkan posisi Pelindo menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs," tegas Arif kepada Liputan6.com.
Dengan throughput 16,7 juta TEUs ini, maka Pelabuhan Indonesia akan mengalahkan International Container Terminal Service, Inc yang melayani peti kemas 8,9 juta TEUs per tahun dan Evergreen yang melayani 8,5 juta TEUs per tahun.
Data dari kinerja masing-masing Pelindo sepanjang 2020 mengatakan, meski di beberapa pelabuhan ada penurunan jumlah layanan peti kemas akibat Covid-19, namun integrasi Pelindo ini menjadi senjata baru dalam mendongkrak kinerja perusahaan di tahun selanjutnya.
Pelindo I, pada 2020 berhasil mencatatkan aktivitas bongkar muat peti kemas mencapai 1,42 juta TEUs atau naik 6,35 persen dibandingkan kinerja 2019. Peningkatan bongkar muat peti kemas ini lebih banyak didorong oleh perdagangan domestik.
Untuk Pelindo II, arus peti kemas selama tahun 2020 tembus angka 6,92 juta TEUs. Namun demikian, angka ini turun sekitar 9,64 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 7,66 juta TEUs. Maklum saja, Pelindo II dengan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai Hub, tertekan akibat lesunya perdagangan internasional gara-gara pagebluk.
Sementara kinerja Pelindo III, berhasil melayani 6,92 juta TEUs peti kemas sepanjang 2020. Angka ini justru 103 persen dari target yang sudah ditetapkan perusahaan sebelumnya. Melesatnya kinerja Perseroan ini akibat meningkatnya laju perdagangan ekspor dan impor, serta domestik.
Sedangkan Pelindo IV, pada 2019 lalu arus peti kemas di seluruh pelabuhan kelolaannya mencapai 2.216.555 TEUs. Hingga akhir 2020, arus peti kemas di seluruh pelabuhan kelolaan Pelindo IV mencapai 2.118.848 TEUs. Hanya ada penurunan 97.707 TEUs.
"Penggabungan Pelindo ini akan menyatukan sumber daya keuangan, peningkatan leverage dan memperkuat permodalan perusahaan," tegas Arif.
Bicara mengenai konsep merger, Arif, yang juga sebagai Ketua Organizing Comitte (OC) Integrasi Pelindo itu menjelaskan, setelah terintegrasinya Pelindo, selanjutnya anak perusahaan Pelindo I hingga IV akan digabungkan dalam 4 klaster atau subholding. Klaster tersebut yakni peti kemas, non peti kemas, logistic & hinterland development, dan klaster marine, equipment, and port services.
Advertisement
Pengembangan Layanan Berbasis IT
Tidak hanya di ranah Kementerian BUMN, integrasi Pelindo ini nampaknya mendapat 'karpet merah' dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi selaku nahkoda di Kementerian Perhubungan.
Direktur Kepelabuhanan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Subagiyo kepada Liputan6.com bahkan mengungkapkan, rencana merger Pelindo ini merupakan hasil kajian bersama antara Kementerian BUMN dengan Kementerian Perhubungan.
"Salah satu hasil kajiannya, integrasi pelabuhan akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dalam peningkatan produktivitas dan efisiensi. Hal itu melalui standarisasi di pelabuhan berdampak pada penurunan terhadap harga barang yang diangkut, efisiensi lalu lintas barang antar pulau melalui integritas hub and spoke yang lebih terkoordinasi, membuka lapangan pekerjaan baru melalui investasi di sektor pelabuhan yang semakin meningkat," ucap Subagiyo.
Untuk memuluskan implementasi merger Pelindo, Subagiyo mengusulkan beberapa hal yang perlu dilakukan manajemen perusahaan. Pertama, masa transisi harus direncanakan dengan baik agar aspek layanan tetap berjalan optimal. Adapun penguatan SDM dan perbaikan manajemen menjadi kunci di awal transisi ini.
Selanjutnya, jika sudah berjalan, maka kunci untuk peningkatan layanan adalah standarisasi layanan dan optimalisasi IT. Standarisasi tidak hanya terkait dengan SOP layanan, tetapi juga standarisasi fasilitas pokok maupun penunjangnya.
"Akselerasi layanan diperkuat dengan optimalisasi IT yang saat ini sudah menjadi keharusan untuk seluruh lini layanan di pelabuhan, bukan lagi pilihan," lanjut Subagiyo.
Dukungan mengenai IT sebagai dasar dari peningkatan layanan Pelindo pasca merger juga muncul dari Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi.
Dengan menerapkan teknologi, kata Siswanto, selain membantu meningkatkan efisiensi, juga sebagai komitmen perusahaan dalam mengedepankan transparansi. Aspek transparansi sendiri menjadi salah syarat utama Good Corporate Governance (GCG).
"Penerapan IT sendiri menjadi sangat perlu. Dan Pelindo hasil merger bisa menjadi sokogurunya," pungkas Siswanto saat berbincang dengan Liputan6.com.
Integrasi Pelindo ini nampaknya akan menjadi asa baru dalam industri logistik nasional di tengah padai pandemi Covid-19 yang sebentar lagi menjadi endemi.
Layaknya emak-emak yang menggunakan sapu lidi sebagai senjata mengusir maling, Pelabuhan Indonesia juga bisa menjadi senjata negara dalam mengusir korupsi dan inefisiensi logistik nasional. Pada akhirnya, semua itu membawa Pelabuhan Indonesia sebagai perusahaan pengelola pelabuhan terbesar dunia, tepat di bawah garis khatulistiwa.