Sukses

Kenaikan Harga Jual Eceran dan Cukai Pukul Industri Rokok di Tengah Pandemi

Saat pendemi Covid-19 Pemerintah menaikan harga jual eceran dan cukai rokok masing masing 23 persen dan 35 persen

Liputan6.com, Jakarta - Industri hasil tembakau (IHT) menjadi salah satu sektor yang mampu banyak menyerap tenaga kerja, di mana tidak kurang dari 6 juta tenaga kerja mulai dari buruh tani, supir, hingga buruh level top eksekutif masuk dalam industri ini.

Selain penyediaan lapangan pekerjaan juga sumbangan keuangan kepada negara sangat tinggi. Sebab, tidak kurang dari Rp 200 triliun setiap tahunnya.

Atas dasar itu, pelaku industri rokok dan buruh pun meminta pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan cukai rokok pada 2022. Kenaikan cukai rokok dinilai akan mematikan ekonomi jutaan buruh industri rokok dan tembakau yang ada di seluruh Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi memaparkan, pada 2020, saat pendemi Covid-19 Pemerintah menaikan harga jual eceran dan cukai rokok masing masing 23 persen dan 35 persen. Kemudian pada 2021 kenaikan tarif cukai kembali naik di atas 12,5 persen.

Kenaikan tersebut dinilai sangat berat karena ditengah tengah situasi pandemi Covid-19, di mana situasi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi IHT.

Lebih lanjut Benny Wachjudi memaparkan, selama ini IHT selalu ikut dan patuh pada apapun kebijakan pemerintah. Namun untuk tahun 2020 dan 2021 kondisi IHT sangat terpukul.

Selain karena adanya krisis ekonomi dan pendemi Covid-19 juga karena kebijakan pemerintah yang telah menaikan cukai rokok dua tahun berturut turut dengan persentase kenaikan yang sangat fantastis. Akibatnya, volume produksi dan penjualannya mengalami penurunan rata rata di angka 9,hingga 17,5 persen.

“Jika pemerintah kembali menaikan cukai rokok di tahun 2022, tentunya akan berimbas kepada penurunan volume produksi kembali. Hal ini akan semakin memberatkan IHT dan pengurangan tenaga kerja. Sekaligus juga berdampak pada perekonomian nasional. Padahal tahun 2022 pemerintah sedang berusaha menggenjot pertumbuhan ekonomi setelah tahun 2020 dan 2021 mengalami penurunan karena adanya pendemi Covid-19,” tegas Benny Wachjudi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/9/2021).

Benny Wachjudi juga meminta pemerintah, membatalkan rencana kenaikan cukai rokok di tahun 2022 mendatang. Hal ini agar IHT bisa mendukung program pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi.

“Kami memohon kepada pemerintah untuk tidak ada kenaikkan cukai di tahun 2022. Kami mohon pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai rokok. Karena sejak kenaikan pada 2020 dan 2021 itu volume produksi rokok telah menurun rata rata 9,7 persen," jelas dia.

"Akan tetapi yang paling dirugikan pada kenaikan cukai ini adalah sigaret putih mesin, dari 2019 ke 2021 turunnya 17,5 persen tetapi untuk sigaret kretek tangan yang padat karya masih ada pertumbuhan, sementara untuk sigaret kretek mesin juga mengalami penurunan sebesar 7,5 persen. Bagi Gaprindo selaku produsen rokok putih kami sangat menderita sekali karena minus 17,5 persen,” papar Benny Wachyudi.

 

*** Artikel ini sudah dilampirkan Hak Jawab dalam tautan berikut ini:

Hak Jawab PD FSP RTMM SPSI Jatim Terkait Berita Kenaikan Harga Jual Eceran dan Cukai Rokok

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Tolak Kenaikan Cukai di 2022

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Daerah Federasi Serkat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( PD FSP RTMM SPSI ) Jawa Timur Purnomo menyatakan jika IHT selama ini merasa dianaktirikan karena dibebankan dengan kenaikan cukai yang sangat tinggi.

“Kami meminta tidak ada kenaikan cukai rokok. Rencana kenaikan cukai rokok yang disampaikan pemerintah, itu akan mematikan nasib jutaan buruh industri rokok dan tembakau di seluruh Indonesia,” tegas Purnomo.

Lebih lanjut, Purnomo juga meminta agar pemerintah dimasa pandemi Covid-19 yang berdampak pada resesi ekonomi, tidak melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan IHT. Seperti rencana perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No, 109 tahun 2012 dan simplifikasi tier cukai rokok.

“Kalau simplifikasi tier cukai dapat mematikan pabrik pabrik rokok kecil sekaligus juga mematikan nasib buruh rokok, kami meminta pemerintah tidak melakukan simplifikasi. Kami juga meminta pemerintah menunda perubahan atas PP No. 109 tahun 2012. Penerintah harus fokus melindungi Industri rokok sekaligus melindungi nasib buruhnya,” tegas Purnomo.