Sukses

Ada Perusahaan Uang Kripto Kena Sanksi Joe Biden Atas Tuduhan Serangan Ransomware

Presiden AS Joe Biden mengeluarkan sanksi terhadap perusahaan uang kripto Suex OTC, atas dugaan pembayaran ilegal dari serangan ransomware.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberikan sanksi kepada perusahaan pertukaran mata uang kripto atas dugaan keterlibatan dalam pembayaran ilegal dari serangan ransomware

Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (22/9/2021) Departemen Keuangan AS menuduh Suex OTC, S.R.O. memfasilitasi transaksi yang melibatkan hasil uang gelap untuk setidaknya delapan varian ransomware - menandai kasus pertama terkait pertukaran mata uang virtual atas aktivitas ransomware.

"Pertukaran seperti Suex berperan penting untuk kemampuan penyerang dalam mengambil keuntungan dari penyerang ransomware," kata Wakil Menteri Keuangan AS, Wally Adeyemo dalam panggilan telepon dengan wartawan yang melihat pengumuman itu pada Senin malam.

Tindakan itu "adalah sinyal dari niat kami untuk mengekspos dan mengganggu infrastruktur terlarang menggunakan serangan ini," ujarnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Peretasan Skala Besar Landa Banyak Perusahaan Penting di AS

Peretas menggunakan ransomware untuk menghapus sistem kendali, mulai dari penagihan rumah sakit hingga manufaktur. Upaya itu berhenti hanya setelah mereka berhasil menerima pembayaran yang besar - biasanya dalam uang kripto.

Tahun ini, kelompok ransomware telah menyerang banyak perusahaan penting AS dalam peretasan skala besar.

Salah satunya terhadap operator pipa Colonial Pipeline yang menyebabkan kekurangan pasokan bahan bakar sementara di Pantai Timur AS. Peretas juga menargetkan sebuah perusahaan pertanian yang berbasis di Iowa - memicu kekhawatiran gangguan panen gandum di wilayah Midwest.

2020 lalu, transaksi ransomware mencapai lebih dari USD 400 juta - Lebih dari empat kali lipat pada tahun 2019, menurut laporan Anne Neuberger, wakil penasihat keamanan nasional AS terkait internet, kepada wartawan melalui panggilan telepon.