Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mencari cara agar bisnis tabungan emas Galeri 24 milik PT Pegadaian (Persero) bisa jadi bagian dari holding BUMN Ultra Mikro. Holding ini berisi tiga BUMN yaitu BRI, Pegadaian, dan PNM dan dipimpin oleh BRI.
Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, Kementerian BUMN sedang mengkaji aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam aturan perbankan yang ada saat ini, perusahaan non-keuangan tak bisa jadi bagian dari anak usaha perbankan.
Baca Juga
“Ini kami mencari aturan agar Galeri 24 ini bisa tetap jadi bagian dari ultra mikro. Kami akan update dengan OJK mungkin akan ada keputusan,” katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9/2021).
Advertisement
Soal Galeri 24 ini menjadi salah satu dari dua pending issue holding ultra mikro dengan OJK. Galeri 24 yang menjalankan bisnis tabungan emas, meski dalam skema titipan, ini membutuhkan persetujuan OJK untuk bisa menjual emas secara fisik.
“Selain bisnis gadai, ini ada bisnis tabung emas, ini membutuhkan satu institusi korporasi untuk menjual emas secara fisik. Nah ini pada waktu persetujuan OJK masih di-pending untuk 3 tahun ke depan,” katanya.
Selain terkait persetujuan OJK, dengan adanya Galeri 24 tersebut, pria yang akrab disapa Tiko tersebut menyebutkan pihaknya akan mendorong Pegadaian menjadi institusi pertama di Indonesia sebagai bank bullion atau Bank Emas.
Diketahui, aturan mengenai bank bullion ini masih digodok oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
“Dimana di Indonesia belum ada bank yang menyimpan emas secara fisik, sebenarnya Pegadaian sudah melakukan itu meski statusnya masih sebagai titipan. Nah semoga ada aturan baru soal itu, maka kami akan mengajukan pegadaian sebagai institusi pertama yang menjad bank bullion pertama,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BMPK 30 Persen
Lebih lanjut, Tiko menuturkan bahwa permasalahan selanjutnya adalah terkait Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang ditetapkan OJK sebesar 10 persen dari modal. Saat ini, ia mengaku pihaknya masih berdiskusi dengan OJK terkait kebijakan tersebut.
Ia meminta OJK untuk bisa memberikan pengecualian kepada Holding Ultra Mikro untuk bisa mendapatkan BMPK sebesar 30 persen. Sama halnya dengan Pertamina dan PLN yang mendapatkan kebijakan BMPK khusus.
“Kami akan mengajukan pengecualian bahwa khusus kepada PNM bahwa nanti kedepan kita upayakan semaksimal mungkin agar mendapatkan BMPK 30 persen ini sama seperti Pertamina dan PLN sebagaimana sebagai perusahaan negara yang punya tujuan khusus,” katanya.
Dengan mendapatkan BMPK 30 persen, harapannya itu bisa menstimulasi perkembangan dari Holding Ultra Mikro yakni Pegadaian dan PNM sebagai anggota holding.
“Nah ini dengan modal BRI yang Rp 270 triliun kalau dengan BMPK normal itu hanya 10 persen jadi Rp 27 triliun yang dibagikan ke anak-anak perusahaanya. Nah kalau 30 persen kan itu bisa digunakan sekitar Rp 100 triliun itu dikhususkan untuk room kita ke pegadaian dan PNM,” katanya.
“Itu untuk bisa mendapatkan pembiayaan murah dari dana pihak ketiga BRI akan sangat lebar dan membantu untuk perkembangan pegadaian dan PNM ke depan dan juga menurunkan cost of fund,” imbuhnya.
Artinya, kedepannya suntikan dana tersebut akan juga berdampak pada menurunnya biaya pendanaan yang diakses masyarakat bisa menjadi lebih luas lagi.
“Sehingga optimalisasi dari pendanaan BRI untuk Pegadaian dan disalurkan nanti bisa menurunkan juga biaya pendanaan buat masyarakat bisa benar-benar kita realisasikan dalam skala yang lebih besar lagi,” katanya.
Advertisement