Liputan6.com, Jakarta Industri Hasil Tembakau (IHT) tengah dibuat cemas terkait rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok oleh pemerintah pada 2022.
Hal ini dikarenakan kenaikan harga rokok selama ini lebih berdampak pada industri hasil tembakau daripada penurunan angka prevalensi merokok.
Baca Juga
Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) FEB-UB menunjukan bahwa kenaikan tarif cukai dan harga rokok dalam jangka pendek dan panjang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan IHT.
Advertisement
Menurut Prof. Candra Fajri Ananda, setiap 1 persen penurunan volume produksi rokok yang dialami oleh pabrikan rokok berpita cukai (legal) berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 0,1 persen dalam jangka pendek.
“Sedangkan setiap 1 persen kenaikan harga rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 0,48 persen dalam jangka panjang,” ujar Candra dalam forum group discussion bertajuk “Merajut Kebijakan di Sektor Industri Hasil Tembakau yang Berkeadilan”, Jumat (24/9/2021).
Prof. Candra mengatakan, kenaikan rokok ilegal dapat mengancam keberlangsungan pabrikan rokok dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Setiap 1 persen kenaikan jumlah peredaran rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 2,9 persen dalam jangka pendek.
Lebih lanjut, setiap 1 persen kenaikan harga rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 0,48 persen dalam jangka panjang. Terkait hal ini, kenaikan rokok ilegal di jangka pendek berdampak pada penurunan jumlah pabrikan rokok golongan 2 dan 3.
“Sedangkan dalam jangka panjang, kenaikan rokok ilegal akan berpengaruh pada penurunan jumlah pabrikan rokok golongan 1,” ujarnya.
Selain itu, Prof. Candra juga menegaskan, peredaran rokok ilegal menyebabkan negara berpotensi mengalami kehilangan penerimaan (dari CHT maupun penerimaan pajak lainnya seperti PPn atau pajak daerah).
Hasil estimasi menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah peredaran rokok ilegal, maka potensi hilangnya penerimaan CHT juga akan semakin meningkat.
“Pada tahun 2019, ketika jumlah peredaran rokok ilegal turun signifikan, angka potensi hilangnya penerimaan CHT juga turut mengalami penurunan yang signifikan,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Solusi
Ketua GAPERO Surabaya, Sulami Bahar berpendapat, jika ada kenaikan tarif cukai maka akan menaikkan rokok ilegal, penurunan penerimaan negara, dan industri legal akan terjun bebas. Karena itu, Sulami Bahar berharap pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada tahun 2022.
Terkait meningkatnya peredaran rokok illegal, Sulami menilai bahwa selama ini hanya menghukum pelaku rokok ilegal tanpa adanya penegakan hukum yang tegas sehingga menimbulkan efek jera.
Sulami Bahar pun memberikan kiat solutif penegakan rokok illegal. Pertama, pemberantasan langsung kepada produsen.
“Hasil penindakan di-blow up di media, pelakunya juga di-blow up media, biar ada hukuman,” katanya.
Kedua, meminta dukungan Pemda, mengingat produksi rokok ilegal itu kebanyakan dari daerah.
“Pemerintah itu bisa secara bijak untuk mengarahkan produksi legal dengan kita bantu untuk marketnya. Itu bisa bekerjasama dengan Kadin di daerah tersebut,” ujarnya.
Ketiga, fokus kepada ekspor. Ini langkah bagus, jadi di tiap provinsi ada ekspor center yang mengatur semuanya dari masing-masing Kadin daerah.
“Tugasnya untuk sosialisasi dan mengarahkan pelaku UKM untuk ekspor,” imbuhnya.
Advertisement