Sukses

Bea Cukai Tangkap Basah Truk Boks Pendingin Angkut 1,9 Juta Batang Rokok Ilegal

Bea Cukai menerangkan penggunaan truk boks pendingin sebagai alat pengangkut merupakan modus baru untuk mengedarkan rokok ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mengibarkan bendera perang kepada peredaran rokok ilegal. Alasannya, adanya rokok ilegal ini menganggu penerimaan negara.

Pengamanan terus dilakukan. Terbaru, Unit vertikal Ditjen Bea Cukai melakukan penegakan hukum dengan menyita 2,5 juta batang rokok ilegal tanpa pita cukai. Penindakan tersebut dilakukan 2 unit vertikal, yaitu Kanwil Bea dan Cukai Jateng-DIY, dan Bandung, Jawa Barat.

“Di Pedurungan, Semarang, Kanwil Bea Cukai Jateng-DIY menindak 1,9 juta batang rokok ilegal yang disembunyikan dalam truk boks pendingin,” kata Kasubdit Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana, dikutip dari Belasting.id, Kamis (17/11/2022).

Hatta menjelaskan penggunaan truk boks pendingin sebagai alat pengangkut merupakan modus baru untuk mengedarkan rokok ilegal.

Dia menyampaikan petugas Bea dan Cukai Jateng-DIY mendapatkan informasi dari intelijen mengenai upaya peredaran rokok ilegal yang akan melewati jalur distribusi wilayah Jawa Tengah.

Petugas menelusuri ruas Jalan Grobogan-Semarang dan menemukan truk yang menjadi target operasi. Setelah melakukan pengejaran, truk berhasil dihentikan dan petugas menemukan 1,9 juta rokok polos.

“Ada potensi penerimaan negara yang seharusnya dibayar sebesar Rp1,48 miliar, itu berasal dari pungutan cukai, PPN hasil tembakau, dan pajak rokok,” ungkap Hatta.

Sementara itu, Bea dan Cukai Bandung juga melakukan penegahan serupa. Pasalnya, petugas berhasil mengamankan truk pengangkut dan menyita 576.640 batang rokok tanpa pita cukai.

Hatta menuturkan dalam kasus peredaran rokok ilegal ini, petugas Bea dan Cukai juga menangkap 2 tersangka RS dan YM. Kini, upaya hukum yang ditempuh naik ke ranah penyidikan.

“Potensi kerugian negara akibat peredaran ratusan ribu rokok ilegal itu sedikitnya senilai Rp345,9 juta,” kata Hatta.

2 dari 4 halaman

Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen di 2023 dan 2024

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan cukai rokok ini dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongan.

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo Bogor, Kamis (3/11/2022).

Kepada Sri Mulyani, Presiden Jokowi meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjut Sri Mulyani.

 

3 dari 4 halaman

Mempertimbangkan Sejumlah Aspek

Dalam penetapan CHT, Menkeu mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Pertimbangan selanjutnya, tambah Menkeu, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.

“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," kata dia. 

"Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tambah Sri Mulyani.

4 dari 4 halaman

Untuk Mengendalikan Konsumsi

Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Menkeu berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.

“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucapnya.