Liputan6.com, Jakarta Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menetapkan kenaikan rata-rata UMK atau upah minimum 2022 sebesar 7-10 persen.
Hitungan ini mengacu pada survei lapangan dan pasar yang dilakukan KSPI tentang kebutuhan hidup layak buruh yang terdiri dari 60 item.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, beberapa poin terpenting dari 60 item itu terkait dengan harga sewa rumah dan jasa transportasi yang terus mengalami kenaikan.
Advertisement
Baca Juga
"Satu sewa rumah. Dua transportasi. Angkot itu gara-gara penumpang sedikit kan dia naikin harga secara enggak langsung," kata Iqbal kepada Liputan6.com, Kamis (30/9/2021).
Selanjutnya, dia turut mengutip soal kenaikan harga bahan konsumsi yang masih melonjak. Menurut dia, UMK saat ini cenderung belum bisa menopang kebutuhan konsumsi para buruh.
"Kemudian yang terasa juga adalah kenaikan bahan-bahan makanan, telur kan agak turun tuh. Jadi beberapa item bahan makanan. Saya rasa itu yang signifikan," tuturnya.
Jika upah buruh tidak naik setidaknya hingga 7-10 persen, Iqbal khawatir hal tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat, sekaligus mengganggu sektor perdagangan.
"Daya belinya turun. Harga barang naik, sewa rumah naik, transportasi naik, tapi upah tidak naik signifikan. Itu artinya daya beli turun," tegas dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kemnaker Jawab Permintaan Buruh
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menetapkan kenaikan rata-rata upah minimum 2022 atau UMK sebesar 7 sampai 10 persen.
Hitungan ini mengacu pada survei lapangan dan pasar yang dilakukan KSPI tentang kebutuhan hidup layak buruh yang terdiri dari 60 item.
Menanggapi, Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kemnaker, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan penentuan upah minimum buruh masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Dimana PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
“Sesuai UU Cipta Kerja kenaikan upah minimum berdasarkan variabel inflasi atau Pertumbuhan Ekonomi (PE) mana yang lebih besar. Kita lihat saja antara dua variabel itu yang nilainya lebih besar dengan menghitung juga batas atas dan sebagainya batas bawah,” jelas Dinar kepada Liputan6.com, Kamis (30/9/2021).
Memang dalam PP 36 tahun 2021 tersebut, upah ditetapkan berdasarkan formulasi dari kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, baik meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten kota yang bersangkutan.
Bahkan di dalam pasal 25 ayat 4 dijelaskan, kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud meliputi variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Di mana penetapan ini bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
Advertisement