Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) menanggapi surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pehubungan Udara Kementerian Perhubungan Nomor AU.006/2/7/DRJU.DAU-2021 tanggal 29 September 2021 tentang Pengaturan Penumpang Datang dan Pelaporan Data Pada Penerbangan Internasional di Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Astindo menyoroti poin terpenting dalam surat tersebut, bahwa setiap maskapai penerbangan yang masuk ke Indonesia hanya boleh mengangkut maksimum 90 penumpang per penerbangan.
Baca Juga
Ketua Umum Astindo Pauline Suharno menyampaikan, pihaknya menyadari penanggulangan penyebaran dan pencegahan Covid-19 jadi prioritas bersama. Itu dilakukan melalui protokol kesehatan ketat di segala lini, termasuk transportasi udara.
Advertisement
"Namun kami melihat tidak sinkronnya aturan ini dengan kondisi saat ini, dimana kasus Covid-19 yang sudah melandai di berbagai daerah. Sehingga objek wisata, mal dan restoran sudah diperbolehkan beroperasi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan memiliki sertifikat CHSE dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/10/2021).
Pauline juga turut menanggapi aturan dari Kementerian Hukum dan HAM yang memperbolehkan orang asing masuk ke Indonesia dengan menggunakan visa kunjungan.
"Seharusnya malah untuk kembali memulihkan perekonomian nasional, pintu masuk ke Indonesia diperbanyak dan karantina dipersingkat," imbuhnya.
Berdasarkan data reservasi Astindo, setidaknya dalam 1 hari ada 20 penerbangan international dari mancanegara yang masih beroperasi dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, 1 pesawat mengangkut lebih dari 150 penumpang.
Menurut dia, dengan dikeluarkannya surat Kemenhub tersebut bakal berimbas kepada ratusan penumpang yang akan terbang ke Indonesia.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kegiatan Esensial
Pauline menilai, dalam kondisi pandemi ini penumpang yang melakukan perjalanan hanya untuk kegiatan esensial seperti perjalanan dinas, repatriasi, PMI, atau pelajar.
Mereka disebutnya akan ditolak check in di bandara asal karena kapasitas pesawat terbatas dan maskapai harus menjadwal ulang penerbangan. Seharusnya, dia bersikukuh, kalaupun peraturan ini akan diimplementasikan, maskapai perlu diberi waktu yang cukup agar bisa melakukan pengaturan ulang terhadap reservasi penumpang.
"Bayangkan kerugian para penumpang yang terpaksa gagal berangkat, mereka sudah melakukan test PCR 3x24 jam sebelumnya sebagai syarat terbang ke Indonesia, juga sudah melakukan reservasi untuk hotel karantina yang harganya tidak murah, sudah membeli tiket pesawat untuk penerbangan lanjutan. Belum lagi dampak psikis yang harus dirasakan akibat gagal terbang dan agenda yang harus diatur ulang," tuturnya.
Advertisement