Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau RUU HPP tengah menunggu waktu untuk diketok palu menjadi UU melalui rapat paripurna ke-7 DPR RI pada Kamis, 7 Oktober 2021.
Jika disahkan, desain kebijakan yang sebelumnya bernama Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) ini dinilai bakal jadi kunci pamungkas program reformasi pajak yang dijalankan pemerintah.
Baca Juga
Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, sebenarnya sudah ada beberapa agenda reformasi pajak yang dilakukan pemerintah. Semisal melalui UU Cipta Kerja klaster kemudahan berusaha bidang perpajakan, serta pembaruan sistem inti administrasi perpajakan.
Advertisement
"Keduanya pasti bisa turut mengakselarasi penerimaan, tapi mungkin belum cukup," kata Bawono kepada Liputan6.com, Kamis (7/10/2021).
Pasalnya, dia menambahkan, dari pola krisis-krisis sebelumnya, Bawono menyaksikan bahwa pemulihan ekonomi umumnya berjalan lebih cepat daripada pemulihan penerimaan pajak.
"Jika demikian, maka tax ratio kita dalam jangka pendek akan cenderung stagnan. Oleh sebab itu, dibutuhkan terobosan yang mana tercermin dalam RUU HPP," ujar dia.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penerimaan Pajak
Lebih lanjut, Bawono tidak memungkiri jika penerimaan di sektor pajak sangat dipengaruhi oleh pengendalian kesehatan di masa pandemi Covid-19, utamanya jika muncul kasus varian baru.
Sebagai ilustrasi, ia mencontohkan ketika terjadi peningkatan kasus positif dan PPKM, ekonomi turut terganggu. Imbasnya, penerimaan pajak pun relatif terganggu.
"Tapi dengan asumsi bahwa pengendalian kesehatan bisa dikelola dengan baik, seharusnya tidak memberikan pengaruh yang besar (pada sektor perpajakan)," pungkas Bawono.
Advertisement