Sukses

Pajak Karbon Berlaku 1 April 2022, Efektif Dongkrak Penerimaan Negara?

Pemerintah akan memberlakukan pajak karbon per 1 April 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan memberlakukan pajak karbon per 1 April 2022. Ini setelah disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP dalam rapat paripurna ke-7 DPR RI pada Kamis (7/10/2021) kemarin.

Pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara mulai 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).

Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon, dengan minimal tarif Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mencermati tarif pajak karbon dalam UU HPP yang lebih kecil separuh dari tarif yang diajukan pemerintah melalui Supres RUU KUP, yakni sebesar Rp 75 per CO2e.

Sehingga, Fajry menilai, penerimaan negara dari tarif pajak karbon juga akan mengecil dari target makro yang diusung sebelumnya.

"Tentunya ini akan mengurangi efektivitas instrumen pajak karbon untuk mengurangi emisi karbon serta menghasilkan penerimaan negara. Namun di sisi lain, dampaknya terhadap ekonomi, secara makro, akan lebih kecil," ujarnya dalam pesan tertulis kepada Liputan6.com, Jumat (8/10/2021).

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pengawasan Pajak Karbon

Selain itu, Fajry menyoroti adanya beberapa hal lain yang belum dijawab dalam UU HPP, seperti proses pengawasan pajak karbon. Secara konsep, ia mengatakan, pajak tidak memungkinkan untuk melakukan quantitative measurement yang berimbas pada pengawasan fisik.

"Tentunya ini menimbulkan pertanyaan, apakah bisa melakukan pengawasan atas pajak karbon tanpa ditopang pengawasan secara fisik?" serunya.

Lebih lanjut, Fajry juga melihat adanya kesamaan antara objek dari pajak karbon dengan karakteristik objek cukai. Meski emisi karbon bukan objek cukai, dia menambahkan, namun emisi karbon masuk ke dalam karakteristik barang kena cukai.

"Pemerintah yang selanjutnya bisa saja mengenakan cukai atas emisi karbon karena sudah ada basis legalnya. Oleh karena itu, ini menjadi potensi pengenaan pajak berganda dikemudian hari," imbuh Fajry.