Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah menilai, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengundang banyak risiko.
Apalagi beban APBN saat ini cukup berat di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Memang harus diakui keputusan tersebut mengandung banyak risiko," kata Piter kepada Merdeka.com, Senin (11/10).
Advertisement
Piter mengatakan, penggunaan APBN unutk kereta cepat sendiri sebetulnya memang tidak masalah. Sebab, APBN di tahun ini masih terlindungi oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Di mana pemerintah diizinkan melewati ambang batas defisit 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hanya saja, kata Piter, perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah menenangkan publik. Bagaimana pemerintah bisa menjelaskan kepada masyarakat kenapa pembangunan proyek tersebut bisa membengkak dan harus menggunakan APBN sebagai pilihan terakhir.
"Saya kira pemerintah harus benar-benar hati. Pertanyaan publik terkait mengapa terjadi lonjakan Biaya misalnya harus benar-benar tuntas dijawab," ujar dia.
Dia melanjutkan, pada tahun ini saja, dalam peta risiko fiskal, pembangunan infrastruktur oleh BUMN dikategorikan sebagai kategori risiko yang 'sangat mungkin' terjadi.
Adapun beberapa potensi risiko fiskal yang bersumber dari penugasan BUMN infrastruktur antara lain:
(1) Proyek yang dibangun oleh BUMN bersifat feasible secara ekonomi, tetapi secara komersial tidak sepenuhnya viable;
(2) fluktuasi variabel ekonomi makro;
(3) perubahan regulasi termasuk penentuan tarif yang tidak sesuai dengan rencana pengembalian investasi;
(4) Risiko operasional yang melekat pada pembangunan proyek infrastruktur;
(5) Risiko operasional dari pengelolaan aset iinfrastruktur yang dapat menurunkan kinerja keuangan BUMN dan;
(6) Tuntutan hukum.
"Risiko berikutnya, risiko politik. Pengelolaan APBN terkait pembangunan kereta api cepat sangat potensial dijadikan isu politik. Apalagi kalau nanti terbukti ada masalah misal penyalahgunaan atau bahkan korupsi," pungkas dia.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Restu Jokowi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.
Proyek kereta cepat diketahui memerlukan dana tambahan, sehingga dana penuntasan proyek tersebut membengkak. Dalam beleid yang diundangkan dan ditandatangani Jokowi pada 6 Oktober 2021 ini, antara lain mengizinkan penambahan dana proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dari APBN.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement